KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan memberi
petunjuk dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir” Dalam menyelesaikan
makalah ini penulis banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun
materi dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Isy Rohayati S.SiT selaku dosen pembimbing dan kepada
teman-teman yang sudah memberikan bantuan dan masukan sehinnga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah
ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik,
namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak
dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir
(Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru
lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapnea serta sering berakhir dengan
asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum
adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di
dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2002) asfiksia neonatorum
didefinisikan sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan transport O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 (A.H
Markum, 2002).
Menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia 2002
– 2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per 100 kelahiran hidup. Dalam satu
tahun sekitar 89.000 bayi berumur dibawah 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6
menit ada 1 bayi meninggal. Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal
(27%) setelah BBLR (29%).
Secara umum penyebab asfiksia dibagi dalam 3 faktor:
faktor ibu, faktor tali pusat dan faktor bayi itu sendiri seperti: bayi prematur(<37
minggu), persalinan dengan tindakan (rangsang, bayi kembar, distonsia bahu,
ekstrasi vakum, forcep), kelahiran bawaan dan air ketuban bercampur mekonium.
Pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan telah
mencapai 73,14% (profil kesehatan Indonesia, 2003) dan sebagian besar
persalinan tersebut dilakukan oleh Bidan. Bidan sebagai penolong persalinan, sering kali dihadapkan dengan keadaan bayi lahir
mengalami asfiksia. Dimana asfiksia dapat menyebabkan cacat mental, pneumonia,
dan kematian. Dalam keadaan demikian Bidan harus melakukan tindakan tertentu
agar BBL dapat bernafas spontan segera mungkin. Untuk dapat melakukan tindakan
tersebut , Bidan harus trampil dan kompentensi dalam manajen asfiksia BBL dan
juga diperlukan perawatan yang intensif. Maka pada kesempatan ini penulis
tertarik untuk memberikan asuhan dengan asfiksia sedang
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan
kebidanan pada bayi dengan asfiksia sedang secara komprehensif
2.
Tujuan Khusus
Setelah menyusun asuhan kebidanan ini
diharapkan mahasiswa dapat :
1)
Mengkaji data bayi dengan asfiksia sedang.
2)
Mengidentifikasi diagnosa/masalah bayi
dengan asfiksia sedang.
3)
Mengantisipasi diagnosa/maasalah potensial
bayi dengan asfiksia sedang.
4)
Mengidentifikasi kebutuhan segera pada
bayi dengan asfiksia sedang
5)
Melaksanakan rencana asuhan pada bayi
dengan asfiksia sedang.
6)
Mengevaluasi hasil pelaksanaan tindakan.
C. Manfaat Penulisan
Diharapkan dengan
penulisan makalah ini mahasiswa dapat mengidentifikasi tentang Asfiksia Neonatorum
pada bayi baru lahir serta penanganannya.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Defenisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir
yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah
lahir.
B.
Etiologi
Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan komplikasi, misalnya DM,PEB, eritroblastosis fetalis, kelahiran kurang
bulan.
- Terjadi apabila
saat lahir bayi mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2
sehingga kekurangan persediaan O2 dan kesulitab pengeluaran CO2.
- Faktor yang
terdapat pada janin / bayi karena sperti adanya gangguan aliran tali pusat
yang menumbung, tali pusat melilit leher.
- Terjadinya
depresi pernapasan bayi karena obat / analgetik yang diberikan pada ibu.
- Adanya gangguan
tumbuh kembang intrauterin dan kelainan bawaan (aplasia paru, atresia
saluran napas).
C.
Patofisiologi
Bila janin kekurangan
O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga
DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung
maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat
dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan
yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
D.
Tanda dan Gejala
1. Distes pernafasan (Apnu / megap-megap)
2. Detak jantung
3. Refleks / respons bayi lemah
4. Tonus otot menurun
5. Warna kulit biru / pucat
E.
Penatalaksanaan
1. Resultasi dengan langkah mengikuti ABC yang meliputi:
A :
Pertahankan jalan napas bebas, jika perlu dengan intubasi endotrakeal.
B : Bangkitkan napas spontan dengan stimulasi taksil
dan tekanan positif menggunakan bag and mask atau lewat pipa endotrakeal.
C :
Pertahankan sirkulasi jika perlu dengan kompresi dada dan obat-obatan
2. Berdasarkan skor apgar menit pertama, asfiksia pada
neonatus dibagi menjadi :
1) Asfiksia ringan : Skor apgar 4 – 6
Pada
asfiksia ringan, berikan bantuan napas dengan oksigen 100% melalui bag and mask
selama 15 – 30 detik.
2) Asfiksia berat : Skor apgar 1 – 3
Pada
asfiksia berat dapat mencetuskan syok kardiogenik. Pada keadaan ini diberikan
dopamin per infus 5 – 20 mg/KgBB/mnt.
F.
Komplikasi
Edema total, perdarahan otak, anusia dan oliguria,
hiperbilirubinumia, enterokolitis, nekrotikans, kejang, koma. Tindakan bag and
mask berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks.
G.
Prognosis
1. Asfiksia Ringan : Tergantung pada kecepatan
penatalaksanaan.
2. Asfikisia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari
pertama kelainan saraf.
Asfiksia dengan PH
6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,
misalnya retardasi mental.
H.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Biasanya ditemukan
menurunya kadar hematokrit dan peninggian trombosit akibat hiperaktivitas
sumsum tuklang.
Untuk menunjukan
adanyan cairan spinal yang bercampur darah atau xantokrom disertai dengan
peninggian jumlah sel darah merah dan protein, serta penurunan glukosa.
2. USG
Untuk
memantau berbagai perubahan yang terjadi akibat perdarahan.
I.
Manajemen Asfiksia Neonatorum
Manajemen Asfiksia
pada BBL meliputi : Persiapan Resusitasi, Keputusan Perlunya Resusitasi, Tindakan Resusitasi, Asuhan pasca Resusitasi, Asuhan tindak lanjut pasca
Resusitasi dan Pencegahan infeksi.
BAB III
ASUHAN
KEBIDANAN
A.
Pengkajian
1. Identitas klien / bayi dan keluarga
2. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
3.
Pengukuran hasil nilai apgar score
Klasifikasi klinik nilai APGAR :
1.
Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi
segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena selalu disertai
asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4 ml per
kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via vena
umbilikalis.
2.
Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).
Memerlukan resusitasi dan pemberian
oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.
3.
Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai
APGAR 7-9).
4.
Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia berat dengan
henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah lahir,
pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.
Pengkajian dasar data neotalus
1.
Sirkulasi
1) Nadi apical mungkin cepat/tidak dan teratur/tidak.
2) Murmur jantung yang dapat didengar.
2.
Neurosensori
1) Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak buncit.
2) Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh,
sutura mungkin mudah digerakkan, fontanel mungkin besar.
3) Reflek tergantung pada usia gestasi.
3.
Pernapasan
1)
Nilai apgar mungkin rendah
2)
Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur
3) Mengorok, pernapasan cuping hidung, retrakasi
suprasternal
4) Adanya bunyi mengi selama fase inspirasi dan ekspirasi
5) Warna kulit
4.
Keamanan
1) Suhu berfluktuasi dengan mudah
2) Menangis mungkin lemah
3) Menggunakan otot-otot bantu napas
5.
Makanan / Cairan
Berat badan kurang dari 2500 gr
B.
Diagnosa
Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
2. Kerusakan pertukaran gas
C.
Intervensi
Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif
1) Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian
surfaktan untuk memastika bahwa jalan napas bersih
2) Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian
surfaktan untuk meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
3) Observasi peningkatan pengembangan dada setelah
pemberian surfaktan.
4) Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan
inspirsi puncak dan oksigen untuk mencegah hipoksemia dan distensi pau yang
berlebihan.
5) Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yag
dapat memperberat depresi pernafasan pada bayi
2. Kerusakan Pertukaran Gas
1) Pantau masukan dan haluasan cairan ; timbang berat
badan sesuai indikasi
2) Tingkatkan istirahat minimal rangsangan dan penggunaan
energi
3) Pantau jumlah pemberian oksigen dan durasi pemberian
4) Berikan makanan dengan selang nasogastrik / orgastrik
sebagai pengganti pemberian makan dnegan ASI bila tepat.
5) Observasi tanda dan lokasi sianosis.
D.
Evaluasi
1) Meningkatkan fungsi pernapasan optimal
2) Mencegah / menurunkan resiko terhadap potesial
komplikasi
3) Kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
E.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
2.
Penilaian APGAR Score meliputi (Warna
kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek)
3.
Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah
timbul komplikasi
4.
Pengkajian spesifik
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi
asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala
sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan
pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu
diperhatikan bahwa :
1.
Faktor waktu sangat penting. Makin lama
bayi menderita asfiksia, pertumbuhan homeostasis yang timbul makin berat.
Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat
2.
Kerusakan yang timbul pada bayi akibat
anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan
terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus dicegah dan diatasi.
3.
Riwayat kehamilan dan persalinan akan
memberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan
pada bayi baru lahir
4.
Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal
baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara cepat
dan tepat.
Prinsip dasar resusitasi yang perlu
diingat adalah:
1.
Membersihkan lingkungan yang baik pada
bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya
pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
2.
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif
pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah.
3.
Melakukan koreksi terhadap asidosis yang
terjadi
4.
Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Tindakan Umum :
1.
Pengawasan suhu tubuh
Pertahankan suhu tubuh
agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan
asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti
oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme
sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi
mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi
kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus
dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak
atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau
topi kepala yang terbuat dari plastic
2.
Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas atas
dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini
dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan
yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring,
kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan
resusitasi kardiopulmonal.
3.
Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Bayi yang tidak
memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah
menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus
segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula
merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring.
Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri
dengan memukul kedua telapak kaki bayi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan
bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, penyebab
asfiksia diantaranya aliran oksigen ke janin berkuarang,akibatnya terjadi gawat
janin,kemudian terjadi lilitan pada tali pusat,tali pusat pendek, simpul tali
pusat,keadaan bayi prematur, persalinan sulit , kelainan kongenital , air
ketuban bercampur mekonium. Penatalaksanaannya yaitu melakukan resusitasi pada
bayi baru lahir.
B. Saran
Diharapkan sepanjang
kehamilan ibu memeriksakan kehamilannya terutama apabila ibu merasakan sesuatu
yang tidak sewajarnya, dianjurkan juga untuk USG guna mengetahui janin beserta
letak tali pusatnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kirana pritasari,
2008. Asuhan Persalinan Normal. Edisi 2008 : Jakarta
Prawirohardjo
Sarwono,SpOG ,2005.Ilmu Kebidanan.Edisi ketiga : Jakarta
http :
//www.Suaramerdeka.Com/harian/0308/11/ragam5.htm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar