DIFTERI
A. PENGERTIAN
Difteria
adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang diserang terutama saluran
pernapasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya pseudomembran (Ngastiyah,
2005). Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium
diphteriae (Rampengan, 1993). Difteri adalah infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil gram positif
(WHO).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun (Detik Health). Difteri adalah suatu infeksi yang akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik corynebacterium diphteriae (Medicas).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun (Detik Health). Difteri adalah suatu infeksi yang akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik corynebacterium diphteriae (Medicas).
B. ETIOLOGI
Disebabkan
oleh corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang bersifat polimorf,
tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna sediaan langsung dengan biru
metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung
dari lesi. Sifat basil polimorf, gram positif, tidak bergerak dan tidak
membentuk spora, mati pada pemanasan 60ÂșC selama 10 menit, tahan sampai
beberapa minggu dalam es, air susu, dan lendir yang telah menngering. Terdapat
3 jenis basil yaitu bentuk gravis mitis dan intermedius atas dasar perbedaan
bentuk koleni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium terlarut. Basil
dapat membentuk :
·
Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah
berdarah dan berwarna putih keabu-abuan yang terkena terdiri dari fibrin,
leukosit, jaringan nekrotik dan basil.
·
Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat
meracuni jaringan setelah bebrapa jam diabsorbsi dan memberikan gambaran
perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan
saraf. Satu perlima puluh ml toksin dapat membunuh marmut dan kurang lebih 1/50
dosis ini dipakai untuk uji Schick.
C. PATOFISIOLOGI
Corynebacterium diphteriae masuk
kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian
atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa
inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi
oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein
bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap
Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus
karena enzim dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan
memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu
dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat,
produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi
eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu
sampai hitam tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran
tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan
difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas
sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita
tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
D. KLASIFIKASI
Menurut
tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
· Infeksi ringan
bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri
menelan.
· Infeksi sedang
bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga
mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
· Infeksi berat
bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi
seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak)
dan nefritis (radang ginjal)
Menurut lokasi gejala yang dirasakan
pasien :
· Difteri hidung
bila penderita menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah. Difteri
hidung biasanya ringan dan kronis dengan salah satu rongga hidung tersumbat dan
terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan
kasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart block dan
kegagalan jantung kongestif yang progresif, timbul satu minggu setelah gejala klinis
difteri. Gejala lain yang muncul belakangan antara lain neuropati yang mirip
dengan Guillain Barre Syndrome. Tingkat kematian kasus mencapai 5-10% untuk
difteri noncutaneus, angka ini tidak banyak berubah selama 50 tahun. Bentuk
lesi pada difteria kulit bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi
penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo.
· Difteri faring
dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5
derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul
pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran
berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding
belakang mulut (faring).
· Difteri laring
dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi
sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan
kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa
mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.
· Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala
berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran
diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka
yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.
E. Gejala
Bakteri Corynebacterium diphtheriae
penyebab difteri akan menginfeksi saluran nafas. Masa inkubasinya adalah 2-4
hari. Tanda pertama dari difteri adalah sakit tenggorokan, demam dan gejala
yang menyerupai pilek biasa. Bakteri akan berkembang biak dalam tubuh dan
melepaskan toksin (racun) yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan membuat
penderita menjadi sangat lemah dan sakit.Gejala-gejala lain yang muncul, antara
lain:
- Menelan
sakit, batuk keras dan suara menjadi parau
- Mual
dan muntah-muntah
- Demam,
menggigil dan sakit kepala
- Denyut
jantung meningkat
- Terbentuk
selaput/membran yang tebal, berbintik, berwarna hijau kecoklatan atau
keabu-abuan di kerongkongan sehingga sukar sekali untuk menelan dan terasa
sakit.
- Bila
difteri bertambah parah, tenggorokan menjadi bengkak sehingga menyebabkan
penderita menjadi sesak nafas, bahkan yang lebih membahayakan lagi, dapat
pula menutup sama sekali jalan pernafasan.
- Kelenjar
akan membesar dan nyeri di sekitar leher.
- Kadang-kadang
telinga menjadi terasa sakit akibat peradangan
- Penyakit
difteri dapat pula menyebabkan radang pembungkus jantung sehingga
penderita dapat meninggal secara mendadak.
Gejala-gejala
ini disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh kuman difteri. Jika tidak
diobati, racun yang dihasilkan oleh kuman ini dapat menyebabkan reaksi
peradangan pada jaringan saluran napas bagian atas sehingga sel-sel jaringan
dapat mati.
Sel-sel
jaringan yang mati bersama dengan sel-sel radang membentuk suatu membran atau
lapisan yang dapat menggangu masuknya udara pernapasan. Membran atau lapisan
ini berwarna abu-abu kecoklatan, dan biasanya dapat terlihat. Gejalanya anak
menjadi sulit bernapas. Jika lapisan terus terbentuk dan menutup saluran napas
yang lebih bawah akan menyebabkan anak tidak dapat bernapas. Akibatnya sangat
fatal karena dapat menimbulkan kematian jika tidak ditangani dengan segera.
Racun yang sama juga dapat menimbulkan
komplikasi pada jantung dan susunan saraf, biasanya terjadi setelah 2-4 minggu
terinfeksi dengan kuman difteri. Kematian juga sering terjadi karena jantung
menjadi rusak.
Serangan
berbahaya pada periode inkubasi 1 sampai dengan 5 hari, jarang ditemui lebih
lama. Dapat menyebabkan infeksi nasopharynx yang menyebabkan kesulitan
bernapas dan kematian. Penyebab utamanya adalah radang pada membran saluran
pernapasan bagian atas, biasanya pharynx tetapi kadang2 posterior
nasal passages, larynx dan trakea, ditambah kerusakan
menyeluruh ke seluruh organ termasuk myocardium, sistem saraf, ginjal
yang disebabkan exotosin (Plotkins) organisme.
Ketika difteri menyerang tenggorokan dan tonsil,
gejala awalnya adalah radang tenggorokan, kehilangan nafsu makan, dan demam.
Dalam waktu 2-3 hari, lapisan putih atau aba-abu ditemukan di tenggorokan atau tonsil.
Lapisan ini menempel pada langit-langit dari tenggorokan dan dapat berdarah.
Jika terdapat pendarahan, lapisan berubah menjai aba-abu kehijauan atau hitam.
Penderita difteri biasanya tidak demam panas tapi dapat sakit leher dan sesak
napas.
F. PENATALAKSANAAN
1.
Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan
perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan
dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali
berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difter :
Pengobatan spesifik untuk difter :
·
ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama
2 hari berturut-turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
·
Antibiotik, diberikan penisillin prokain
5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan
trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
·
Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya
komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan predison
2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat
dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi
komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼ mg dan
vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa
seseorang menderita difteria didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin
harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa
harus menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat ini yang
tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda).Diphtheria Antitoxin (DAT)
tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational product”. Program imunisasi
(Amerika Serikat) melayani permintaan DAT pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am
– 04.30 pm. EST; Senin – Jum’at dengan menghubungi nomor telepon 404-639-8255).
Diluar jam kerja dan pada waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada
nomor 404-639-2888. DAT disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh
negara bagian di Amerika Serikat. Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu
skin test untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika
hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 – 100.000 unit
tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk kasus berat pemberian IM
dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika tidak dapat menggantikan
pemberian antitoksin. Procain Penicillin G (IM) diberikan sebanyak 25.000 –
50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2 juta unit/kg BB untuk orang dewasa
per hari. Dibagi dalam dua dosis. Penderita dapat juga diberikan erythromycin
40-50 mg/kg BB per hari maksimum 2 g per hari secara parenteral. Jika penderita
sudah bisa menelan dengan baik maka erythromycin dapat diberikan per oral
dibagi dalam 4 dosis per hari atau penicillin V per oral sebesar 125-250 mg
empat kali sehari, selama 14 hari. Pernah ditemukan adanya strain yang resisten
terhadap erythromycin namun sangat jarang. Antibiotik golongan macrolide
generasi baru seperti azythromycin dan chlarithromycin juga efektif untuk
strain yang sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin. Terapi
profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal penicillin G
sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2 juta unit untuk
usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga diberikan erythromycin oral selama 7-10
hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari untuk anak-anak dan 1 gram per hari
untuk orang dewasa.
2.
Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri
harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai gaun khusus
(celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau
sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya
penunggu pasien juga harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke
luar ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun,
lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran
juuga tempat untuk merendam alat makan yang diisi dengan desinfektan. Risiko
terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia. Pasien
difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit karena
potensial terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya
pseudomembran dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
·
Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada
laring dan trakea serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara
serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas, sianosis,
tampak retraksi otot, kedengaran stridor :
a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk.
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang).
e. Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan
bahaya yang dapat terjadi.
·
Miokarditis.
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil difteri
jika diserap oleh janutng akan menyebabkan terjadinya miokarditis yang biasanya
kelainan ini timbul pada minggu kedua sampai ketiga. Untuk mencegah adanya
miokarditis hanya dengan pemberian suntikan ADS sedini mungkin. Tetapi untuk
mengetahui gejala miokarditis perlu observasi terus menerus dan pasien harus
istirahat paling sedikit 3 minggu atau sampai hasil EKG 2 kali berturut-turut
normal. Selama dirawat, pengamatan nadi, pernapasan dan suhu dicatat dalam
perawatan khusus. Bila tidak ada alat EKG :
·
Pemantauan nadi sangat penting dan harus
dilakukan setiap jam dan dicatat secara teratur. Bila terdapat perubahan
kecepatan nadi makin menurun (bradikardi) harus segera menghubungi dokter. Perawatan
lain selain tanda vital dan keadaan umum :
a. Pasien tidak
boleh banyak bergerak, tetapi sikap berbaringnya harus sering diubah, misalnya
setiap 3 jam untuk mencegah terjadinya komplikasi brokopneumonia (pneumonia
hipostatik).
b. Jaga kulit pada
bagian tubuh yang tertekan agar tidak terjadi dekubitus (ingat pasien tirah
baring selama 3 minggu, tidak boleh bangun).
·
Komplikasi yang mengenai saraf.
Komplikasi yang mengenai saraf dapat terjadi
pada minggu pertama dan kedua. Jika mengenai saraf palatum mole (saraf telan)
dengan gejala bila pasien minum air/susu akan keluar melalui hidungnya. Jika
terjadi demikian :
a. Cara memberikan
minum harus hati-hati, pasien sambil didudukkan.
b. Bila pasien makan
cair agar dibuat agak kental dan diberikan sedikit demi sedikit.
·
Komplikasi pada ginjal.
Selama pasien difteri dalam perawatan keadaan
urine selain harus diperhatikan warnanya juga banyaknya apakah normal atau tidak.
Gangguan masukan nutrisi. Gangguan masukan nutrisi pada pasien difteri selain disebabkan karena sakit menelan juga karena anoreksia. Jika anak masih mau menelan bujuklah agar ia mau makan sedikit demi sedikit dan berikan makanan cair atau bubur encer dan berikan susu lebih banyak. Jika pasien tidak amau makan sama sekali atau hanya sedikit sekali, atau dalam keadaan sesak nafas perlu dipasang infus. Setelah 2-3 hari kemudian sesak nafas telah berkurang sebelum infus dihentikkan dicoba makan per oral dan apabila anak telah mau makan infus dihentikan. Berikan minum yang sering untuk memelihara kebersihan mulut dan membantu kelancaran eliminasi
Gangguan masukan nutrisi. Gangguan masukan nutrisi pada pasien difteri selain disebabkan karena sakit menelan juga karena anoreksia. Jika anak masih mau menelan bujuklah agar ia mau makan sedikit demi sedikit dan berikan makanan cair atau bubur encer dan berikan susu lebih banyak. Jika pasien tidak amau makan sama sekali atau hanya sedikit sekali, atau dalam keadaan sesak nafas perlu dipasang infus. Setelah 2-3 hari kemudian sesak nafas telah berkurang sebelum infus dihentikkan dicoba makan per oral dan apabila anak telah mau makan infus dihentikan. Berikan minum yang sering untuk memelihara kebersihan mulut dan membantu kelancaran eliminasi
G. ASUHAN
KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. biodata
- istri
Nama
: ny. Melany
Umur : 40 tahun
Agama : islam
Suku/ Bangsa : jawa
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Dewi
sartika
-
Suami
Nama
: Aprilio wardana
Umur : 48 tahun
Agama
: islam
Suku/
bangsa : jawa
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: wiraswasta
Alamat
: Jl. Dewi sartika
b. Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau
tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, lemah
c.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak
terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis
pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan
sekret bercampur darah
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami
difteri
f. Pola Fungsi Kesehatan
-
Pola
nutrisi dan metabolisme Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
-
Pola
aktivitas Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
-
Pola
istirahat dan tidur Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat
dan tidur
-
Pola
eliminasi Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan
nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia.
Pemeriksaan Fisik
a.
TTV
-
Nadi
: meningkat
-
TD
: menurun
-
RR : meningkat
-
Suhu
: kurang dari 38°C
b. Inspeksi :
lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran
c. Auskultasi :
nafas cepet dan dangkal
Pemeriksaan Penunjang
a. pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan dibuat biakan
di laboratorium.
b. Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan
pemeriksaan EKG.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Anoreksia
Tujuan : Meningkatkan
nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil
a.Klien dapat meningkat berat badan sesuai tujuan
b.Klien tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi
III. INTERVENSI
1. Kaji kemampuan pasien untuk
mengunyah, menelan Faktor ini menentukan
pemilihan terhadap jenis makanan
2. Berikan perawatan mulut sering
dan sebelum makan Pasien cenderung mengalami luka dan atau perdarahan gusi dan
rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoraksia
3. Berikan makanan sedikit dan
sering Meningkatkan asupan nutrisi
4. Ukur masukan diet harian dengan
jumlah kalori Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/ defisiensi
5. Timbang berat badan sesuai
indikasi Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
6. Jaga keamanan saat memberikan
makanan pada pasien, seperti tinggikan kepala tempat tidur selama makan atau
selama pemberian makan lewat selang NGT
Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi
Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi
7. Tingkatkan kenyamanan, lingkungan
yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk
membawa makanan yang disukai pasien
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan
8. Kolaborasi dengan ahli gizi Untuk
mengidentifikai kebutuhan kalori (nutrisi tergantung pada usia, berat badan,
ukuran tubuh, dan keadaaan penyakit)
IV. IMPLEMENTASI
a. meningkatkan jalan nafas efektif
b. perluasan infeksi tidak terjadi
c. kekuragan volume caiaran tidak
terjadi
d. menigkatkan kebutuhan nutrisi
V. EVALUASI
·
Ibu tidak menunjukan tanda dan gejala adanya
komplikasi / infeksi
·
Fungsi
pernafasan anak membaik
·
Tingkat
aktifitas anak sesuai dengan usianya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar