BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umumnya klien dengan
Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien
diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota
keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan
seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan
marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh
keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya
mendapatkan pendidikan kesehatan tentang merawat klien (manajemen perilaku
kekerasan).
Dalam makalah ini kami
akan mencoba untuk memberikan penjelasan dan penatalaksanaan yang efektif dan
aman terhadap pasien dengan perilaku kekerasan demi kesembuhan pasien dan
keluarga pasien.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Megetahui asuhan keperawatan yang
efektif dan aman bagi penderita perilaku kekerasan.
2.
Tujuan Khusus
1)
Dapat mengetahui definisi perilaku
kekerasan.
2)
Dapat mengetahui etiologi, patofisiologi
dan manifestasi klinis pada perilaku kekerasan.
3)
Mengetahui cara mengkaji status
kesehatan klien berhubungan dengan gangguan fungsi sistem syaraf meliputi pengkajian
bio-psiko-kultural.
4)
Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala
pada kasus perilaku kekerasan.
5)
Dapat melakukan diagnosa pada perilaku
kekerasan.
6)
Dapat memberikan intervensi pada
perilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Perilaku kekerasan
adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Perilaku kekerasan
atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan,
kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan
Sunden, 1997 ).
Keberhasilan individu
dalam berespon terhadap kemarahan dapat menimbulkan respon asertif. Respon
menyesuaikan dan menyelesaikan merupakan respon adaptif. Kemarahan atau rasa
tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan
memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
Kegagalan yang
menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau
respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresif–kekerasan. Frustasi adalah respon yang terjadi
akibat gagal mencapai tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif
lain. Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan
nyata. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah da n merupakan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Amuk atau
kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
(Stuart and Sundeen, 1997 dalam Depkes, 2001).
B. Etiologi
Menurut Stearen
kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang,
dendam, sakit hati, dan frustasi.
faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu:
1.
Frustasi
sesorang yang mengalami hambatan dalam
mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi.
Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya
dengan kekerasan.
2.
Hilangnya harga diri
pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi
akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani
bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.
Kebutuhan akan status dan prestise
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan
untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
C. Patofisioogi
Depkes (2000)
mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan sehari
-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan
kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon
terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat
berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.
Mengekspresikan marah
dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti
dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan lega, menu
runkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000).
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya
dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan
menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan
dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang
ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak asertif
seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu
akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa
marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang
lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan
kepada diri sendiri (Depkes, 2000).
D. Manisfestasi klinik
1.
Perasaan malu terhadap diri sendiri
akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
2.
Rasa bersalah terhadap diri sendiri
(mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3.
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4.
Percaya diri kurang (sukar mengambil
keputusan)
5.
Mencederai diri (akibat dari harga diri
yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya. ( Budi Ana Keliat, 1999)
E.
Klasifikasi
Faktor predisposisi dan faktor presipitasi dari perilaku kekerasan (Keliat,
2002) adalah :
Faktor predisposisi dan faktor presipitasi dari perilaku kekerasan (Keliat,
2002) adalah :
1.
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap
orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu:
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu:
1)
Psikologis, kegagalan yang dialami dapat
menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak -kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak -kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2)
Perilaku, reinforcement yang diterima
pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek
ini mestimulasi individu mengadopsi perilaku kerasan.
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek
ini mestimulasi individu mengadopsi perilaku kerasan.
3)
Sosial budaya, budaya tertutup dan
membahas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima ( permisive)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima ( permisive)
4)
Bioneurologis, banyak pendapat bahwa
kerusakan sistim limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
2.
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari
klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
F. Penatalaksanaan
1.
Tindakan Keperawatan Keliat dkk. (2002)
mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan keluarga dalam mengatasi marah
klien yaitu :
1)
Berteriak, menjerit, memukul Terima
marah klien, diam sebentar, arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah
rusak seperti bantal, kasur
2)
Bantu klien latihan relaksasi misalnya
latihan fisik maupun olahraga. Latihan pernafasan 2x/hari, tiap kali 10 kali
tarikan dan hembusan nafas.
3)
Bantu melalui humor Jaga humor tidak
menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi sasaran dan diskusi
cara umum yang sesuai.
2.
Terapi Medis Psikofarmaka adalah terapi
menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala
gangguan jiwa. Menurut Depkes (2000), jenis obat psikofarmaka adalah :
1)
Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala -gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejalagejala lain yang bisanya terdapat pda penderita skizofrenia, manik depresif, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil. Cara pemberian untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan ada lah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan-lahan sampai 600 –
900 mg perhari. Kontra indikasi sebaiknya tidak diberikan kepada klien
dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika dan
penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenorrhae pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan do sis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan saraf pusat, hipotensi, ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejalagejala lain yang bisanya terdapat pda penderita skizofrenia, manik depresif, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil. Cara pemberian untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan ada lah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan-lahan sampai 600 –
900 mg perhari. Kontra indikasi sebaiknya tidak diberikan kepada klien
dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika dan
penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenorrhae pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan do sis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan saraf pusat, hipotensi, ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
2)
Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles
de la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak -anak. Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 – 5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan. Kontra indikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudo parkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea diare, konstipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reak si hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemasan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernafasan.
de la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak -anak. Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 – 5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan. Kontra indikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudo parkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea diare, konstipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reak si hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemasan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernafasan.
3)
Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Indikasinya untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia. Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah (12,5
mg) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg
dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung
dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya
peningkatan perlahan -lahan. Kontra indikasinya pada depresi susunan saraf
pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif
ter hadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala-gejala sesuai
dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis; hentikan obat berikan
terapi simptomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarterenol hindari
menggunakan ephineprine. Terapi Medis ( Kaplan dan Sadock, 1997 ) Rang paranoid
atau dlam keadaan luapan katatonik memerlukan trankuilisasi. Ledakan kekerasan
yang episodic berespon terhadap lithium ( Eskalith ), penghambat – beta, dan
carbamazepine (Tegretol). Jika riwayat penyakit mengarahkan suatu gangguan
kejang, penelitian klinis dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan suatu
pemeriksaan dilakukan untuk memastikan penyebabnya. Jika temuan adalah positif,
antikonvulsan adalah dimulai, atau dilakukan pembedahan yang sesuai (sebagai
contohnya, pada masa serebral). Untuk intoksikasi akibat zat rekreasional,
tindakan konservatif mungkin adekuat. Pada beberapa keadaan, obat-obat seperti
thiothixene ( Navane ) dan haloperidol, 5 smaapi 10 mg setiap setengah jam
samapai satu jam, adalah diperlukan sampai pasien distabilkan. Benzodiazepine
digunkan sebagai pengganti atau sebgai tambahan antipsikotik. Jika obat
rekresinal memiliki sifat antikolinergik yang kuat, benzodiazepine adalah lebih
tepat dibandingkan antipsikotik. Pasien yang melakukan kekerasan dan melawan
paling efektif ditenangkan dengan sedative atau antipsikotik yang sesuai.
Diazepam ( valium ), 5 sampai 10 mg, atau lorazepam ( Ativan ), 2 smapai 4 mg,
dpat diberikan intravena ( IV ) perlahan -lahan selama 2 menit. Klinis harus
memberikan mediksi IV dengan sangat hati -hati, sehingga henti pernafsan tidak
terjadi. Pasien yang memerlukan medikasi IM dapat disedasi dengan haloperidol,
5 smapi 10 mg IM, atau dengan Chlorpromazine 25 mg IM. Jika kemarahan
disebabkan oleh alcohol atau sebagi bagian dari gangguan psikomotor
pascakejang, tidur yang ditimbulkan oleh medikasi IV dengan jumlah relative
kecil dapat berlangsung selama berjam -jam. Saat terjaga, pasien seringkali
sepenuhnya terjaga dan rasional dan biasanya memiliki amnesia lengkap untuk
episode kekerasan.
G. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri,orang
lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan harga diri :
Harga diri rendah
Koping individu tidak
efektif
H. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1.
Klien mengungkapkan perasaannya terhadap
penyakit yang diderita.
2.
Klien menyebutkan aspek positif dan
kemampuan dirinya(fisik, intelektual, system pendukung).
3.
Klien berperan serta dalam perawatan
dirinya.
4.
Percaya diri klien menetapkan keinginan atau
tujuan yang realistik.
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Kasus
Tn D (35 th) dibawa ke
RSJ karena marah – marah tanpa sebab. Saat pengkajian muka merah, mata melotot,
tangan mengepal. Menurut penuturan keluarga Tn D dirumah memukul anaknya. Tn D
mengalami perubahan perilaku sejak di PHK dan istri meninggalkannya 5 tahun
yang lalu.
B. Pengkajian
1.
Identitas klien
Inisial : Tn D
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Semarang
Penanggung Jawab :
Nama : Tn K
Umur : 45
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Semarang
Hubungan : Kakak Kandung
Tanggal Pengkajian : 25 Juli 2009
RM No : 69
Informan : -
2.
Alasan Masuk
Marah-marah tanpa sebab.
3.
Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Tn D sebelumnya pernah mengalami gangguan
jiwa, pengobatan sebelumnya kurang berhasil. Waktu berumur 8 tahun dia pernah
dianiaya fisik oleh gurunya. Sebelumnya keluarganya tidak ada yang mengalami
gangguan jiwa. Tn D memiliki pengalaman yang sangat tidak menyenangkan karena
di PHK dan istrinya meninggalkannya 5 tahun yang lalu.
Masalah Keperawatan: resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan
4.
Pemeriksaan Fisik
1)
Tanda vital : TD: 120 / 80 mmHg, N: 88 x
/ menit, S: 37oC, RR: 18 x / mnt
2)
Ukur : TB: 165 cm, BB: 60 kg
3)
Keluhan fisik :Klien merasa badannya
sakit semua dan minta di lepas ikatannya
5.
Psikososial
1)
Konsep diri
a.
Gambaran diri
Klien menyatakan menyukai semua bagian
tubuhnya
b.
Identitas diri
Klien menyadari dirinya sebagai
laki-laki, pendidikan hanya sampai SMA dan status sekarang adalah pengangguran.
c.
Peran
Klien berperan sebagai anak tunggal di
rumahnya. Klien merasa belum mampu memenuhi kebutuhannya anak dan
istrinya,sejak di PHK kebutuhan keluarganya di tanggung oleh orang tua klien
d.
Ideal diri
Klien mengatakan kalau dirinya pengen
dapat pekerjaan lagi..
e.
Harga diri
Selama di rumah, klien merasa malu,
minder, tidak percaya diri untuk bergaul dengan orang lain karena klien di
anggap orang stress dan merasa orang lain tidak suka dengannya.
Masalah Keperawatan : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2)
Hubungan sosial
a.
Orang yang berarti dan paling dekat
dengan klien adalah ibu nya. Klien menganggap dia adalah orang yang paling
dekat dengannya dan klien sering bercerita pada ibu nya.
b.
Peran serta dalam kelompok atau
masyarakat Sebelum klien mengalami gangguan jiwa, klien mudah bergaul dengan
tetangganya, Setelah di PHK klien tidak mau bergaul dengan tetangganya.
c.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain Klien mulai tidak mau bergaul dengan orang lain karena merasa orang lain
tidak menyukainya dan takut dengannya.
Masalah Keperawatan : Interaksi Sosial, perubahan
3)
Spiritual
a.
Nilai dan keyakinan
Klien beragama Islam. Menurut keluarga
klien stress sejak di PHK.
b.
Kegiatan ibadah
Selama dirawat klien belum menjalankan
sholat lima waktu.
6.
Status Mental
1)
Penampilan Fisik
Penampilan klien rapi, bersih, cara
berjalan tergesa-gesa, kontak mata positif, klien ganti pakaian dua kali sehari
setelah mandi, roman muka tegang.
Masalah Keperawatan : -
Masalah Keperawatan : -
2)
Pembicaraan
Cara bicara cepat, volume sedang.
Masalah Keperawatan : -
3)
Aktifitas motorik
Tingkat aktivitas klien terlihat tegang
dan gelisah.
Masalah Keperawatan : -
4)
Alam perasaan
Klien mengatakan saat ini perasaannya
biasa saja. Klien hanya merasa sedih dan kecewa karena di bawa ke RSJ ini.
Masalah Keperawatan : -
5)
Afek
Afek klien sesuai dengan stimulus yang diberikan. Ekspresi wajah klien merah, mata melotot,tangan mengepal saat dilakukan pengkajian.
Afek klien sesuai dengan stimulus yang diberikan. Ekspresi wajah klien merah, mata melotot,tangan mengepal saat dilakukan pengkajian.
Masalah Keperawatan : -
6)
Interaksi selama wawancara
Kontak mata baik atau positif, klien
kooperatif saat diajak bicara dan menjawab semua pertanyaan yang diberikan.
Pandangan mata klien melotot, postur tubuh cenderung maju ke depan.
Masalah Keperawatan : -
7)
Persepsi
Klien tidak mengalami gangguan persepsi.
Masalah Keperawatan : -
8)
Proses fikir
Pembicaraan klien bisa dimengerti oleh
perawat. Selama komunikasi dengan perawat dan orang lain dapat diobservasi
bahwa pembicaraan klien terarah, jawaban koheren dengan pertanyaan yang
diajukan, hanya saja pada saat awal-awal kontrak, terkadang jawaban klien tidak
sesuai dengan aslinya, tetapi setelah diklarifikasi lagi klien mengakuinya.
Tidak ada sirkumtansial, tangensial, blocking dan lain-lain.
Masalah Keperawatan : -
9)
Isi pikiran
Klien tidak mengalami gangguan dalam isi
pikir. Klien tidak mempunyai pikiran yang aneh-aneh selama ini. Bila memikirkan
sesuatu terlalu lama klien merasa pusing.
Masalah Keperawatan : -
10)
Tingkat kesadaran
Klien dapat berorientasi terhadap
tempat, waktu, dan orang-orang terdekat. Klien mengetahui hari tanggal dan jam,
klien mengetahui orang yang mengajak bicara. Klien menyadari dirinya
benar-benar berada di RSJ.
Masalah Keperawatan : -
11)
Memori
Sebagian besar klien masih dapat
mengingat kejadian lalu.
Masalah Keperawatan : -
12)
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat berhitung dengan urut, masih
dapat berkonsentrasi dengan baik terbukti bahwa klien bisa menyebutkan
jumlahkeluarganya dan bisa menyebutkan sudah berapa lama dia dirawat.
Masalah Keperawatan : -
13)
Kemampuan penilaian
Pasien dapat mengambil keputusan
sederhana dengan bantuan.
Masalah Keperawatan : -
7.
Kebutuhan Persiapan Pulang
1)
Makan
Klien makan 3 x sehari dengan menu yang disediakan di RSJ. Klien mau makan dengan menu yang disediakan di RSJ dan tidak ada pantangan dalan makanan. Klien sudah mampu untuk menyediakan dan membersihkan sendiri alat makannya.
Klien makan 3 x sehari dengan menu yang disediakan di RSJ. Klien mau makan dengan menu yang disediakan di RSJ dan tidak ada pantangan dalan makanan. Klien sudah mampu untuk menyediakan dan membersihkan sendiri alat makannya.
Masalah Keperawatan : -
2)
BAB/BAK
Klien mampu melakukan BAB dan BAK sendiri. Klien juga mampu membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
Klien mampu melakukan BAB dan BAK sendiri. Klien juga mampu membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
Masalah Keperawatan : -
3)
Mandi
Klien selama di RSJ mandi 2 x sehari tanpa bantuan, ganti baju 2 x sehari, menggosok gigi 2 x sehari. Klien juga mampu mencuci rambut sendiri.
Klien selama di RSJ mandi 2 x sehari tanpa bantuan, ganti baju 2 x sehari, menggosok gigi 2 x sehari. Klien juga mampu mencuci rambut sendiri.
Masalah Keperawatan : -
4)
Bepakaian
Klien mampu mengenakan pakaian sendiri dan sesuai dengan pasangannya. Setiap kali mandi klien ganti baju. Klien mampu menyisir rambutnya sendiri.
Masalah Keperawatan : -
Klien mampu mengenakan pakaian sendiri dan sesuai dengan pasangannya. Setiap kali mandi klien ganti baju. Klien mampu menyisir rambutnya sendiri.
Masalah Keperawatan : -
5)
Istirahat tidur
Klien selama sehari tidur + selama 7
jam, siang hari klien biasa tidur 1-2 jam, apabila ingin tidur tidak ada
persiapan khusus, klien jika merasa ngantuk langsung pergi tidur.
Masalah Keperawatan : -
6)
Penggunaan obat
Selama di RSJ klien diberi obat sehari
2x yaitu sebelum makan siang dan setelah makan malam. Obat yang dberikan pada
klien selalu dimakan tidak pernah dibuang. Reaksi obat yang dirasakan oleh
klien adalah mengantuk.
Masalah Keperawatan : -
7)
Pemeliharaan kesehatan :
Tekad keluarga sudah bulat dan berani
menerima konsekwensinya, untuk mengobatkan anaknya di RSJ ini. Keluarga akan
mengunjungi klien satu minggu sekali. Klien mengatakan jika sudah pulang nanti
akan rutin kontrol di rumah sakit yang dekat dengan rumahnya saja.
Masalah Keperawatan: -
8)
Kegiatan didalam dirumah
Klien mengatakan nanti kalau sudah
pulang ke rumah, dia akan membantu pekerjaan orang tuanya di rumah seperti:
mencuci baju, menyapu rumah ataupun yang lainnya.
Masalah Keperawatan : -
9)
Kegiatan di luar rumah
Klien mengatakan jika sudah sampai di
rumah nanti klien akan dilanjutkan pemondokan ke ponpes. Klien tidak pernah
melakukan kegiatan di luar rumah.
Masalah Keperawatan : -
Masalah Keperawatan : -
8.
Mekanisme koping
Klien adalah seorang yang periang dan mudah bergaul, jika klien terdapat
masalah, klien hanya dipendam sendiri. Klien mengatakan apabila klien merasa
kesal, jengkel, marah, klien sering mengalihkannya dengan tiduran di kamar dan
kadang meninggalkan rumah.
Keluarga mengatakan semenjak pulang dari rumah sakit baik sebentar,
kemudian selang satu bulan klien menjadi mudah tersinggung, jika klien terdapat
masalah seperti dengan orang tuanya ataupun tanpa sebab kenapa dia marah yang
dilakukannya adalah bicara kacau atau kasar, marah-marah,memukul anaknya, memecah
barang-barang yang terdapat disekitarnya Setelah klien marah-marah klien lebih
sering hanya diam saja.
Masalah Keperawatan : Koping individu
tidak efektif
9.
Masalah Psikososial dan Lingkungan
Semenjak di tinggal pergi istrinya dan di PHK,klien jarang bergaul dengan
tetangganya,klien sering mengamuk apabila di suruh ibu nya untuk ber gaul dan
kumpul-kumpul dengan tetangganya.
10.
Pengetahuan Kuranf Tentang
Keluarga menyatakan tidak mampu mengatasi penyakit yang diderita klien.
Pengetahuan yang kurang dari klien dan keluarga yaitu tentang: penyakit jiwa, faktor predisposisi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik dan obat-obatan.
Pengetahuan yang kurang dari klien dan keluarga yaitu tentang: penyakit jiwa, faktor predisposisi, koping, sistem pendukung, penyakit fisik dan obat-obatan.
C. Diagnosa Keperawatan dan Tindakan
“Diagnosa keperawatan
adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu,
keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”.
(Carpenito, 1995).
Adapun kemungkinan
diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
1.
Risiko mencederai diri sendiri, orang
lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan
harga diri rendah.
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan
suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat. Pada makalah
ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
1.
Resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai
diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
Tujuan khusus :
1)
Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
2)
Klien dapat mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan.
3)
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda
perilaku kekerasan.
4)
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan
yang biasa dilakukan.
5)
Klien dapat mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan.
6)
Klien dapat melakukan cara berespons
terhadap kemarahan secara konstruktif.
7)
Klien dapat mendemonstrasikan sikap
perilaku kekerasan.
8)
Klien dapat dukungan keluarga dalam
mengontrol perilaku kekerasan.
9)
Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1)
Bina hubungan saling percaya.
Rasional : Hubungan saling percaya
memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi
selanjutnya.
2)
Beri kesempatan pada klien untuk
mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting
bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3)
Observasi tanda perilaku kekerasan pada
klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang
dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
4)
Bantu klien bermain peran sesuai dengan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
5)
Bicarakan dengan klien apakah dengan
cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
6)
Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku
kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang
tepat dan konstruktif.
7)
Bersama klien menyimpulkan akibat dari
perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
8)
Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari
cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
9)
Berikan pujian jika klien mengetahui
cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri
klien.
2.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan
harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol
perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain.
Tujuan khusus :
1)
Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
2)
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan
dan aspek yang positif yang dimiliki.
3)
Klien dapat menilai kemampuan yang
digunakan.
4)
Klien dapat menetapkan dan merencanakan
kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5)
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakit dan kemampuannya.
6)
Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
1)
Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan
klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2)
Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal
positif yang masih dimiliki klien.
3)
Setiap bertemu klien dihindarkan dari
memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif
dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
4)
Utamakan memberi pujian yang realistik
pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri
klien.
5)
Diskusikan dengan klien kemampuan yang
masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan
yang masih dapat digunakan.
6)
Diskusikan kemampuan yang dapat
dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang
masih dapat dilanjutkan.
7)
Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan
merasa diperhatikan.
8)
Minta klien untuk memilih satu kegiatan
yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan
kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan
adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
Depkes (2000)
mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan sehari
-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan
kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon
terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat
berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.
Diagnosa keperawatan
adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu,
keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”.
(Carpenito, 1995).Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah
dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1.
Resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Intevensinya:
1)
Bina hubungan saling percaya.
2)
Beri kesempatan pada klien untuk
mengugkapkan perasaannya.
3)
Observasi tanda perilaku kekerasan pada
klien.
4)
Bantu klien bermain peran sesuai dengan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
5)
Bicarakan dengan klien apakah dengan
cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
6)
Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku
kekerasan yang dilakukan klien.
7)
Bersama klien menyimpulkan akibat dari
perilaku kekerasan yang dilakukan.
8)
Tanyakan pada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat”.
9)
Berikan pujian jika klien mengetahui
cara yang sehat.
2.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan
harga diri rendah.
Tindakan keperawatan :
1)
Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
2)
Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki klien.
3)
Setiap bertemu klien dihindarkan dari
memberi penilaian negatif.
4)
Utamakan memberi pujian yang realistik
pada kemampuan dan aspek positif klien.
5)
Diskusikan dengan klien kemampuan yang
masih dapat digunakan.
6)
Diskusikan kemampuan yang dapat
dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
7)
Berikan pujian.
8)
Minta klien untuk memilih satu kegiatan
yang mau dilakukan di rumah sakit.
B. Saran
Tim penyusun
mengetahui bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk memperbiki penulisan makalah
selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,
FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa :
Yasmin Asih, Edisi 6, EGC, Jakarta, 1998
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI :
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar