BAB I
Pendahuluan
Pendahuluan
A. Teori
psikodinamika
Teori psikodinamika adalah teori yang berusaha
menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan
dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori
ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik
dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak
dini.
Pemahanan freud tentang kepribadian manusia didasarkan
pada pengalaman-pengalaman dengan pasiennya, analisis tentang mimpinya, dan
bacaannya yang luas tentang beragam literature ilmu pengetahuan dan
kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman ini menyediakan data yang mendasar bagi
evolusi teorinya. Baginya, teori mengikuti megikuti observasi, dan konsepnya
tentang kepribadian terus mengalami revisi selama 50 tahun terakhir hidupnya.
Teori psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari
dua asumsi dasar. Pertama, manusia adalah bagian dari dunia binatang. Kedua,
manusia adalah bagian dari sistem enerji. Kunci utama untuk memahami manusia
menurut paradigma psikodinamika adalah mengenali semua sumber terjadinya
perilaku, baik itu berupa dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari.
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud
(1856-1939). Dia memberi nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai
psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudia ikut memakai paradigma psikoanalisis
untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl Gustav Jung, Alfred
Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric Fromm, dan
Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan luas karena
masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit
(Alwisol, 2005 : 3-4).
Ada beberapa teori kepribadian yang termasuk teori
psikodinamika, yaitu : psikoanalisis, psikologi individual, psikologi analitis,
dan neo freudianisme. Berikut ini dikemukakan pokok-pokok dari teori
psikoanalisis, psikologi individual, dan psikologi analitis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dinamika
Id, Ego, dan Superego dalam Studi psikodinamika
Psikodinamika mencerminkan dinamika-dinamika psikis yang
menghasilkan gangguan jiwa atau penyakit jiwa. Dinamika psikis terjadi melalui
sinergi dan interaksi-interaksi elemen psikis setiap individu. Seksualitas
Freud sebagai sebuah dinamika, menangkap ada bermacam-macam potensi
psikopatologi dalam setiap peta id, ego, dan superego.
Ketiga elemen psikis ini mempunyai kekhasan
masing-masing, sebab mereka menggambarkan tiap-tiap ide yang saling paradoks.
Hanya saja, mereka tidak akan membuat manusia sepenuhnya nyaman, karena manusia
tetap saja orang yang sakit.
Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur: kepala, kaki, lengan dan batang tubuh, Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang.
Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur: kepala, kaki, lengan dan batang tubuh, Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang.
Ketiga sistem ini meliputi: Id, Ego, dan Superego.
Sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut:
1.
Id
Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang
bak gunung es yang terapung-apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di
permukaan laut, sedangkan bagian terbesar dari gunung tersebut tidak tampak,
karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang sebagian besar juga
tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh yang
bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau
diperhitungkan, karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi ( integrated
personality ) seseorang.
Dalam pandangan Frued, apa yang dilakukan manusia
khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki- untuk sebagian besar
tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini dinamakan “ketaksadaran
dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Dengan pandangan seperti itu,
Frued telah melakukan sebuah revolusi terhadap pandangan tentang manusia.
Karena, psikologi sebelumnya hanya menyelidiki hal-hal yang disadari saja.
Segala perilaku yang di luar kesadaran manusia dianggap bukan wilayah kajian
psikologi.
Frued menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah
ketaksadaran tersebut. Id merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis
seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau
anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang
menguasai kehidupan psikis manusia. Oleh karena itu, Frued memilih istilah “id”
( atau bahsa aslinya “Es” ) yang merupakan kata ganti orang neutrum atau
netral.
Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya
hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin dalam kandungan dan bayi yang baru
lahir, hidup psikisnya seratus persen sama identik dengan Id. Id tersebut
nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau.
Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis
lebih lanjut.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan
biologis manusia – pusat insting (hawa nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua
insting dominan, yakni : ( 1 ) Libido – instink reproduktif yang menyediakan
energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; ( 2 ) Thanatos –
instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan (
eros ), yang dalam konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi
juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan
kepada Tuhan, cinta diri ( narcisisme ). Bila yang pertama adalah instink
kehidupan, yang kedua merupakan instink kematian. Semua motif manusia adalah
gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan kesenangan (
pleasure principle ), ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis,
tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani
manusia. ( Jalaluddin Rakhmat M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986 ).
Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol
individu. Id hanya melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip
kesenangan” ( the pleasure principle ). Pada Id tidak dikenal urutan waktu (
timeless ). Hukum-hukum logika dan etika sosial tidak berlaku untuknya. Dalam
mimpi seringkali kita melihat hal-hal yang sama sekali tidak logis. Atau pada
anak kecil, kita bisa melihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai berbagai
keinginan. Untuk memuaskan keinginan tersebut, mereka tak mau ambil pusing
tentang masuk akal-tidaknya keinginan tersebut. Selain itu, juga tidak peduli
apakah pemenuhan keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang
berlaku. Yang penting baginya adalah keinginannya terpenuhi dan ia memperoleh
kepuasan. Demikianlah gambaran selintas tentang Id. Bagaimana pun keadaannya Id
tetap menjadi bahan baku kehidupan psikis seseorang.
Id merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan
Ego dan Superego. Energi psikis dalam Id dapat meningkat karena adanya
rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu. Apabila energi psikis
ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Id
tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung lama. Karena itu, segeralah id
mereduksikan energi tersebut untuk menghilangkan rasa tidak enak yang
dialaminya. Jadi, yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id adalah
menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan.
Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini, id mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip karena sinar, dan sebagainya, dan yang ke dua adalah proses primer, seperti misalnya ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan makanan; orang yang haus terbayang berbagai minuman. Bayangan-bayangan seperti itu adalah upaya-upaya yang dilakukan id untuk mereduksi ketegangan akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.
Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini, id mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip karena sinar, dan sebagainya, dan yang ke dua adalah proses primer, seperti misalnya ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan makanan; orang yang haus terbayang berbagai minuman. Bayangan-bayangan seperti itu adalah upaya-upaya yang dilakukan id untuk mereduksi ketegangan akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.
Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan
makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan membayangkan es campur. Karena
itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem lain yang
menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah
Ego.
2.
Ego
Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu
memuaskannya. Subsistem yang kedua – ego – berfungsi menjembatani tuntutan id
dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan mediator antara hasrat-hasrat
hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia
mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional (
pada pribadi yang normal ). Ketika id mendesak Anda untuk menampar orang yang
telah menyakiti Anda, ego segera mengingatkan jika itu Anda lakukan, Anda akan
diseret ke kantor polisi karena telah main hakim sendiri. Jika Anda menuruti
desakan id, Anda akan konyol.
Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang
timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia
kenyataan. Orang lapar tentu perlu makan untuk menghilangkan ketegangan yang
ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus dapat membedakan antara
khayalan dengan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok
antara id dan ego. Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sementara
ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada
di dunia luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain dengan id, ego berpegang
pada prinsip kenyataan ( reality principle ) dan berhubungan dengan proses
sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah mencari objek yang tepat sesuai dengan
kenyataan untuk mereduksi ketegangan yang timbul di dalam diri. Proses sekunder
ini adalah proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses sekunder, Ego
merumuskan sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan suatu
tindakan untuk mengetahui apakah rencananya itu berhasil atau tidak.
Aktivitas Ego ini bisa sadar, pra sadar atau tak
disadari. Namun untuk sebagian besar adalah disadari. Contoh aktivitas Ego yang
disadari antara lain : persepsi lahiriah ( saya melihat teman saya tertawa di
ruang itu ); persepsi batiniah ( saya merasa sedih ) dan berbagai ragam proses
intelektual. Aktivitas pra sadar dapat dicontohkan fungsi ingatan ( saya
mengingat kembali nama teman yang tadinya telah saya lupakan ). Sedangkan
aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk mekanisme pertahanan diri ( defence
mechanisme ), misalnya orang yang selalu menampilkan perangai temperamental
untuk menutupi ketidakpercayaan-dirinya, ketidakmampuannya atau untuk menutupi
berbagai kesalahannya.
Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran
yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui
bahasa. Di sini, the pleasure principle dari Id diganti dengan the reality
principle. Sebagai misal, ketika seseorang merasa lapar. Rasa lapar ini
bersumber dari dorongan Id untuk fungsi menjaga kelangsungan hidup. Id tidak
peduli apakah makanan yang dibutuhkan nyata atau sekadar angan-angan. Baginya,
ia butuh makanan untuk memuaskan diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada
saat yang bersangkutan hendak memuaskan diri dengan mencari makanan, Ego
mengambil peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan tentang makanan tidak bisa
memuaskan kebutuhan akan makanan. Harus dicari makanan yang benar-benar nyata.
Selanjutnya, Ego mencari cara untuk mendapatkan makanan tersebut.
Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga integritas
pribadi dan menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga
berperan memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik dengan
keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga mengontrol apa
yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi
Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis.
3.
Superego
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang
ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan
di atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah mengkontrol ego.
Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam
dan menyerang ego. Superego ini termasuk ego, dan seperti ego ia mempunyai
susunan psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat
erat dengan id. Superego dapat menempatkan diri di hadapan Ego serta
memperlakukannya sebagai objek dan caranya kerapkali sangat keras. Bagi Ego
sama penting mempunyai hubungan baik dengan Superego sebagaimana halnya dengan
Id. Ketidakcocokan antara ego dan superego mempunyai konsekuensi besar bagi
psikis.
Seperti dikemukakan di atas, Superego merupakan sistem
kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas Superego dapat berupa self
observation, kritik diri, larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya.
Superego terbentuk melalui internalisasi (proses memasukkan ke dalam diri)
berbagai nilai dan norma yang represif yang dialami seseorang sepanjang
perkembangan kontak sosialnya dengan dunia luar, terutama di masa kanak-kanak.
Nilai dan norma yang semula “asing” bagi seseorang, lambat laun diterima dan
dianggapnya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya. Larangan,
perintah, anjuran, cita-cita, dan sebagainya yang berasal dari luar ( misalnya
orangtua dan guru ) diterima sepenuhnya oleh seseorang, yang lambat laun
dihayati sebagai miliknya. Larangan “Engkau tidak boleh berbohong“ Engkau harus
menghormati orang yang lebih tua” dari orangtuanya menjadi “Aku tidak boleh
berbohong “Aku harus menghormati orang yang lebih tua”. Dengan demikian,
Superego berdasarkan nilai dan norma-norma yang berlaku di dunia eksternal,
kemudian melalui proses internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut menjadi
acuan bagi perilaku yang bersangkutan.
Superego merupakan dasar moral dari hati nurani.
Aktivitas superego terlihat dari konflik yang terjadi dengan ego, yang dapat
dilihat dari emosi-emosi, seperti rasa bersalah, rasa menyesal, juga seperti
sikap observasi diri, dan kritik kepada diri sendiri.
Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar, perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal.
Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar, perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal.
B. Asumsi
Dasar Tentang Manusia dalam Psikodinamika
Dikatakan psikodinamika, karena teori ini didasarkan pada
asumsi bahwa perilaku berasal dari gerakan dan interaksi dalam pikiran manusia,
kemudian pikiran merangsang perilaku dan keduanya saling mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Perkembangan teori psikodinamika dalam lingkungan
teori-teori pekerjaan sosial masih diterapkan secara generalis, hal ini
dimungkinkan karena penerapannya masih berpatokan pada ajaran Freud tadi dengan
mengarah kepada pengembangan psikoanalisis.
Pendekatan psikodinamika terhadap psikologi berpusat pada
proses-proses bawah sadar yang mempengaruhi prilaku. Teori psikodinamika yang
paling terkenal adalah teori dari Freud, yaitu teori ”struktur” kepribadian,
pertahanan ego, perkembangan psikoseksual, dan teori mimpi.
Asumsi-asumsi penting psikologi psikodinamika
adalah:
1.
Perilaku
dan perasaan orang dewasa (termasuk masalah-masalah psikologis) berasal dari
pengalaman masa kecil.
2.
Hubungan
antar manusia (terutama hubungan orangtua-anak) sangat penting dalam menentukan
perasaan dan perilaku manusia.
3.
Perilaku
dan perasaan sangat dipengaruhi oleh makna kejadian-kejadian dalam pikiran
bawah sadar dan motif-motif bawah sadar.
4.
Berlawanan
dengan cabang-cabang lain dalam psikologi yang sangat menekankan penelitian
sistematis dan ilmiah, psikologi psikodinamika mencari informasi melalui mimpi,
gejala, tingkah laku yang tidak masuk akal, dan semua ucapan pasien selama
terapi.
C. Penyebab
umum psikodinamika gangguan jiwa
Manusia bereaksi secara keseluruhan,secara holistic,atau
dapat dikatakan secara somato-psiko-sosial.dalam mencari penyebab gangguan jiwa
.maka ketiga unsur ini diperhatikan.gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol
ialah gejala – gejala yang patologik dari unsure psike.hal ini tidak berarti
bahwa unsure yang lain tidak terganggu.sekali lagi yang sakit dan menderita
adalah manusia seutuhnya dan bukan hanya badanya,jiwanya dan lingkunganya.
Hal –hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia
konstitusi,umur dan sex, keadaan badan, keadaan psikologi, keluarga, adat
istiadat, kebudayaan, kepercayaan,pekerjaan kehamilan,dan perkawinan,
kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan
antar manusia, dan sebagainya.
Perkiraan jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa
yang ada dalam satu tahun di Indonesia.
o Psikosa fungsional 520.000
o Sindroma otak organik akut 65.000
o Sindroma otak organik menahun 130.000
o Retradasi mental 2.600.000
o Nerosa 6.500.000
o Psikosomatik 6.500.000
o Gangguan kepribadian 1.300.000
o Ketergantungan obat 1.000
Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu
terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di fisik
(somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psikis (psikogenik).
Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab
sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan
terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan fisik ataupun jiwa. Umpamanya
seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan fisiknya
mengalami penurunan sehingga mengalami penyakit fisik.
Sebaliknya seorang dengan penyakit fisik misalkan kanker
yang melemahkan, maka secara psikologisnya juga akan menurun sehingga
kemungkinan mengalami depresi. Penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan
jiwa. Contoh lain adalah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena
kelahiran, peradangan dan sebagainya) kemudian menjadi hiperkinetik dan sukar
diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain
serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi.
Sumber
penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu
yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1.
Faktor-faktor
somatik (somatogenik)
1)
Neuroanatomi
2)
Neurofisiologi
3)
Neurokimia
4)
tingkat
kematangan dan perkembangan organik
5)
faktor-faktor
pre dan peri – natal
2.
Faktor-faktor
psikologik ( psikogenik) :
1)
Interaksi
ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan)
2)
Peranan
ayah
3)
Persaingan
antara saudara kandung
4)
Inteligensi
5)
hubungan
dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
6)
kehilangan
yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
7)
Konsep
diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak menentu
8)
Keterampilan,
bakat dan kreativitas
9)
Pola
adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
10)
Tingkat
perkembangan emosi
3.
Faktor-faktor
sosio-budaya (sosiogenik)
1)
Kestabilan
keluarga
2)
Pola
mengasuh anak
3)
Tingkat
ekonomi
4)
Perumahan
: perkotaan lawan pedesaan
5)
Masalah
kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan
dan kesejahteraan yang tidak memadai
6)
Pengaruh
rasial dan keagamaan
7)
Nilai-nilai
D. Proses
Intervensi dalam Psikodinamika
1.
Fokus/
akar masalah klien.
2.
Tujuan
pemecahan masalah klien berikut indikator-indikator keberhasilan.
3.
Sistem
dasar praktek, yang meliputi:
1)
Sistem
klien
2)
Sistem
sasaran
3)
Sistem
pelaksana perubahan
4)
Sistem
kegiatan
4.
Pokok-pokok
program kegiatan pemecahan masalah
5.
Metode-metode
pertolongan yang digunakan untuk memberikan pertolongan kepada klien
6.
Tahap
pelaksanaan intervensi (pemecahan masalah klien)
E. Teknik-teknik
dalam Model Intervensi Psikodinamika
1.
Pendekatan
problem solving
1)
Orang
yang terlibat dalam proses
2)
Masalah
yang ditangani
3)
Lokasi prakteknya
4)
Proses
praktek
2.
Pendekatan
transaksional analisis
1)
Struktural
2)
Transaksional
3)
Permainan
4)
Skrip
analisis
3.
Pendekatan
terapi lingkungan
Terapi
lingkungan sebagi aplikasi pada kepedulian lingkungan sekitar.
F. Kekuatan
dan Kelemahan Model Intervensi Psikodinamika
1.
Kekuatan
1)
Mengenalkan
pentingnya pikiran bawah sadar
2)
Mengenalkan
pentingnya pengalaman masa kecil dan hubungan dengan orang lain.
3)
Menerangkan
masalah-masalah yang sulit dan penting.
4)
Pendekatan
yang berguna dalam memahami kesehatan mental, kendati tidak lengkap.
5)
Seperangkat
terapi dan teknik terapeutik yang sangat berguna bagi mereka yang sedang
mengalami derita psikologis.
6)
Sebagai
orang pertama yang menyentuh konsep-konsep psikologi seperti peran
ketidaksadaran (unconsciousness), anxiety, motivasi, pendekatan teori
perkembangan untuk menjelaskan struktur kepribadian.
7)
Posisinya
yang kukuh sebagai seorang deterministik sekaligus menunjukkan hukum-hukum
perilaku, artinya perilaku manusia dapat diramalkan.
8)
Freud
juga mengkaji produk-produk budaya dari kacamata psikoanalisa, seperti puisi,
drama, lukisan, dan lain-lain. Oleh karenanya ia memberi sumbangan juga pada
analisis karya seni.
2.
Kelemahan
1)
Teori-teorinya
diperoleh dari studi-studi kasus.
2)
Konsep-konsepnya
menarik, tetapi tidak jelas dan tidak dapat diuji.
3)
Reduksionisme
psikodinamia
4)
Kesulitan
berkomunikasi dan pola prilaku yang berulang-ulang – sebagai akibat pola asuhan
yang buruk.
5)
Tidak
berpihak pada gender.
6)
Lebih
diasumsikan pada model-model yang berhubungan dengan bidang kesehatan dan lain
sebagainya.
7)
Metode
studinya dianggap kurang reliabel, sulit diuji secara sistematis dan sangat
subyektif.
8)
Konstruk-konstruk
teorinya juga sulit diuji secara ilmiah sehingga diragukan keilmiahannya.
Beberapa konsepnya bahkan dianggap fiksi, seperti Oedipus complex.
9)
Bagi
aliran behaviorist, yang dilakukan Freud adalah mempelajari intervening
variable.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori psikodinamika dicetuskan oleh Sigmund Freud. Dia
berpendapat bahwa perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang ditentukan oleh
komponen dasar yang bersifat sosio-efektif, yakni ketegangan yang ada di dalam
diri seseorang itu ikut menentukan dinamikanya ditengah-tengah lingkungannya.
Sehingga freud membagi struktur kepribadian atau jiwa seseorang
menjadi tiga yaitu:
1.
Id (das
es) bisa dikaitkan dalam islam dengan nafsu.
2.
Ego
(das ich) bisa disebut juga dengan akal.
3.
Superego
(das ueber es) bisa disebut dengan hati nurani.
Setelah membagi
struktur jiwa manusia kedalam tiga struktur, freud membagi tahapan-tahan
perkembangan manusia menjadi lima. Yaitu, fase oral, fase anal, fase phallic,
fase laten, dan fase kemaluan. Fase-fase inilah yang menjadi dasar perkembangan
manusia bagi teori psikodinamika.
Dalam aplikasi
teori, ada lima teori yang bisa menjadi pengelolaan pendidikan yaitu,
1.
Konsep
kunci bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan.
2.
Konsep
teori tentang kecemasan yang dimiliki seseorang.
3.
Konsep
teori psikoanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap
perjalanan manusia.
4.
Teori
freud tentang tahapan perkembangan kepribadian individu.
5.
Konsep
freud tentang ketidaksadaran.
Daftar Pustaka
Alwisol.
(2005) Psikologi Kepribadian. Malang : Penerbit Universitas Muhammadyah Malang.
Boeree,
CG. (1997) .Personality Theories :Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog
Dunia. (Alih bahasa: Inyiak Ridwan Muzir). Yogyakarta : Primasophie.
Koeswara,
E. (1991) Teori-teori Kepribadian. Bandung Eresco.
Semiun,
Yustinus. (2006) Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalitik Freud.
Yogyakarta: Kanisius.
Sumadi
Suryabrata. (2005) Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV Rajawali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar