ASKEP RABIES
A.
Pengertian
Rabies (penyakit
anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular
rabies terutama anjing, kucing, dan kera.
B.
Etiologi
Adapun
penyebab dari rabies adalah :
•
Virus
rabies.
•
Gigitan
hewan atau manusia yang terkena rabies.
•
Air
liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
C.
Patofisiologi
Virus rabies terdapat
dalam air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan
lainnya atu manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan.Virus akan
berpindah dari tempatnya masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis
dan otak, dimana mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi
melalui saraf menuju ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.Banyak hewan
yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber
dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber
penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, rubah.Rabies pada
anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika dan Asia, karena tidak
semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini.Hewan yang
terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak.Pada rabies buas, hewan
yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada
rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.Meskipun
sangat-sangat jarang, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang
tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah yang menghirup
udara di dalam goa dimana banyak terdapat kelelawar.
D.
ManifestasiKlinis
Gejala biasanya mulai
timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya
bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya
paling pendek pada orang yang digigit pada kepala, tempat yang tertutup celana
pendek, atau bila gigitan terdapat di banyak tempat.Pada 20% penderita, rabies
dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh.
Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi
mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi
kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.
Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa.
Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses
menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa
menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum.
Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia
(takut air).
E.
Pemeriksaan
Fisik
•
Palpasi
:
Apakah
ada kaku kuduk atau tidak?
Adakah distensia
abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Adakah pembesaran lien
dan hepar ?
•
Auskultasi
:
Adakah
suara napas tambahan ?
Bagaimana keadaan dan
frekwensi jantung serta iramanya ?
Adakah bunyi tambahan
?
Adakah bradicardi atau
tachycardia ?
Peristaltik usus ?
•
Perkusi
:
Apakah
ada distensi abdomen?
•
Insfeksi
:
Amati
bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama,
kedalaman, adakah retraksi Intercostale ?
Adakah tanda rhisus
sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan
nervus cranial ?
F.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Elektroensefalogram
( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b.
Pemindaian
CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c.
Magneti
resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
d.
Pemindaian
positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel
dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah
dalam otak
e.
Uji
laboratorium
•
Pungsi
lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
•
Hitung
darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
•
Panel
elektrolit
•
Skrining
toksik dari serum dan urin
•
GDA
•
Glukosa
Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
•
BUN
: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik
akibat dari pemberian obat.
•
Elektrolit
: K, Na
•
Ketidakseimbangan
elektrolit merupakan predisposisi kejang
•
Kalium
( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
•
Natrium
( N 135 – 144 meq/dl)
G.
Tindakan
Pengobatan
1.
Jika
segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit
hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang
digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan
pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies.
Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar)
diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja
terinfeksi rabies.
2.
Tindakan
pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin.
Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot
dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum
pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan
immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat
gigitan.
3.
Jika
belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada
saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan
pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi
alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani
vaksinasi.
4.
Jika
penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan
berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis
vaksin (pada hari 0 dan 2).
5.
Sebelum
ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan
penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan
atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat
dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke
ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru,
jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya
efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
H.
Pencegahan
Langkah-langkah
untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah
terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang
berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
1.
Dokter
hewan.
2.
Petugas
laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
3.
Orang-orang
yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing
banyak ditemukan.
4.
Para
penjelajah gua kelelawar.
5.
Vaksinasi
memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun,
sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus
mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA
PASIEN DENGAN RABIES
I.
PENGKAJIAN
Pengkajian mengenai:
a.
Status
Pernafasan
•
Peningkatan
tingkat pernapasan
•
Takikardi
•
Suhu
umumnya meningkat (37,9ยบ C)
•
Menggigil
b.
Status
Nutrisi
•
kesulitan
dalam menelan makanan
•
berapa
berat badan pasien
•
mual
dan muntah
•
porsi
makanan dihabiskan
•
status
gizi
c.
Status
Neurosensori
•
Adanya
tanda-tanda inflamasi
•
d.Keamanan
•
kejang
•
kelemahan
d.
Integritas
Ego
•
Klien
merasa cemas
•
Klien
kurang paham tentang penyakitnya
|
Pengkajian
Fisik Neurologik :
1.
Tanda
– tanda vital
•
Suhu
•
Pernapasan
•
Denyut
jantung
•
Tekanan
darah
•
Tekanan
nad
2.
Hasil
pemeriksaan kepala
•
Fontanel
: menonjol, rata, cekung
•
Bentuk
Umum Kepala
3.
Reaksi
pupil
•
Ukuran
•
Reaksi
terhadap cahaya
•
Kesamaan
respon
4.
Tingkat
kesadaran
•
Kewaspadaan
: respon terhadap panggilan
•
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
•
Orientasi
terhadap diri sendiri dan orang lain
5.
Afek
•
Alam
perasaan
•
Labilitas
6.
Aktivitas
kejang
•
Jenis
•
Lamanya
7.
Fungsi
sensoris
•
Reaksi
terhadap nyeri
•
Reaksi
terhadap suhu
8.
Refleks
•
Refleks
tendo superfisial
•
Reflek
patologi
|
||||||
No
|
Diagnosa
|
Intervensi
|
Evaluasi
|
|
|||
1
|
Gangguan
pola nafas berhubungan dengan afiksia
|
a. Obsevasi
tanda- tanda vital pasien terutama respirasi.
b. Beri
pasien alat bantu pernafasan seperti O2.
c. Beri
posisi yang nyaman.
d. Tanda
vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.
e. O2
membantu pasien dalam bernafas.
f. posisi
yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.
|
-
pasien tidak mengalami gangguan dalam
bernafas
-
pasien tidak menggunakan alat bantu
dalam bernafas.
|
||||
2
|
Gangguan
pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
|
a. Kaji
keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
b. Kaji
cara / bagaimana makanan dihidangkan.
c. Berikan
makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
d. Berikan
makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
e. Catat
jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
f. Berikan
obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
g. Ukur
berat badan pasien setiap minggu.
|
-
Pasien tidak mengalami gangguan dalam
makan dan minum.
-
Pasien bisa menelan dengan baik
-
Pasien tidak mengalami penurunan berat
badan.
|
||||
3
|
Demam
berhubungan dengan viremia
|
a. Kaji
saat timbulnya demam
b. Observasi
tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
c. Berikan
kompres hangat
d. Berikan
terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
|
-
Suhu pasien normal (36-370C)
-
Pasien tidak mengeluh demam
|
||||
4
|
Cemas
(keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi
|
a. Kaji
tingkat kecemasan keluarga.
b. Jelaskan
kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.
c. Berikan
dukungan dan support kepada keluarga pasien.
d. Untuk
mengetahui tingkat cemas,dan mengambil cara apa yang akan digunakan
e. informasi
yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi tingkat kecemasan keluarga.
f. Dengan
dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien.
|
-
Keluarga pasien tidak cemas lagi.
-
Keluarga pasien bisa memahami kondisi
pasiendan ikut membantu dalam pemberian pengobatan.
|
||||
5
|
Resiko
cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
|
a.
Identifikasi dan hindari faktor
pencetus
b.
tempatkan klien pada tempat tidur yang
memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman.
c.
anjurkan klien istirahat
d.
sediakan disamping tempat tidur tongue
spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang.
e.
lindungi klien pada saat kejang dengan
f.
catat penyebab mulainya kejang, proses
berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala
lainnya yang timbul.
g.
sesudah kejang observasi TTV setiap
15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari
kejang.
h.
observasi efek samping dan keefektifan
obat.
i.
observasi adanya depresi pernafasan
dan gangguan irama jantung.
j.
lakukan pemeriksaan neurologis setelah
kejang
k.
kerja sama dengan tim
|
-
Pasien tidak mengalami cedera.
-
Pasien tidak mengalami kejang
|
||||
6
|
Resiko
infeksi berhubungan dengan luka terbuka
|
a. Kaji
tanda – tanda infeksi
b. Pantau
TTV,terutama suhu tubuh.
c.
Ajarkan teknik aseptik pada pasien
d. Cuci
tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke pasien.
e.
Lakukan perawatan luka yang steril.
|
-
Tidak ada tanda – tanda infeksi
seperti : kalor,dolor,tumor,dubor,dan fungsionalasia.
-
Luka pasien terjaga dan terawat.
|
||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar