BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem
pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ pencernaan
tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan
zat gizi atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke
dalam lingkungan internal tubuh. Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan
berbagai aktivitas bergantung energi, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis,
dan sekresi. Makanan juga merupakan makanan sumber bahan untuk perbaikan,
pembaruan, dan penambahan jaringan tubuh. Sistem pencernaan tidak dapat
melaksanakan fungsinya jika dalam keadaan terganggu.
Walaupun
sistem pencernaan mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan kita,
akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada sistem ini juga dapat mengakibatkan
kematian. Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit
bedah mayor yang paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak
diperlukan pada apendisitis akut untuk menghindari komplikasi yang umumnya
berbahaya seperti peritonitis generalisata.
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks
dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.
Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan
istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis
akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya
hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat
juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik.
Dalam Askep ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit apendisitis untuk memudahkan kita sebagai calon perawat
dalam merawat pasien dengan penyakit apendisitis.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana
anatomi dari apendiks ?
2) Bagaimana
patofisiologi dari gejala yang dialami oleh pasien Apendisitis?
3) Apa
diagnosis penyakit yang dialami pasien Apendisitis ?
4) Apa
saja gejala-gejala dari penyakit apendisitis ?
5) Bagaimana
penatalaksanaan untuk kasus di skenario ini ?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan Askep ini adalah diperoleh gambaran secara teoritis dalam merawat pasien dengan
apendisitis.
2.
Tujuan Khusus
2)
Mampu menguasai
konsep teori penyakit apendisitis.
3)
Mampu
mengidentifikasi data-data yang perlu dikaji pada klien dengan apendisitis.
4)
Mampu
mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan apendisitis.
5)
Mampu menyusun
rencana tindakan keperawatan klien dengan apendisitis.
6)
Mampu
melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan apendisitis.
7)
Mampu melakukan
evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan apendisitis.
8)
Mampu
mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan apendisitis.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan
laporan ini diharapkan dapat sebagai sarana pembelajaran mahasiswa dalam rangka
mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik
sistem Gastrointestinal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Usus buntu
atau apendiks vermiformis merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti
jari, yang terdapat di usus besar (caecum), tepatnya di daerah perbatasan
dengan usus ileum kuadran kanan bawah.Apendiks vermiformis mungkin memiliki
beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting.
Apendiks
merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm),
dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di
bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak
dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.
Apendisitis
adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering (Mansjoer,2000). Appendicitis mengacu pada radang apendiks, suatu
tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri
sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh
feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan
inflamasi ( Wilson & Goldman, 1989 )
B. Etiologi
Terjadinya
apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak
sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang
terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya
disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia
jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, . Ascaris
(cacing kermi), Konsumsi rendah serat, cancer primer dan striktur ( peradangan
) serta infeksi kuman dari kolon . Namun yang paling sering menyebabkan
obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.
Penyabab apendiksistiis
belum sepenuhnya dimengerti. Pada kebAnyakan kasus, peradangan dan infeksi usus
buntu mungkin didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila
peradangan berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bias pecah dan dapat mengakibatkan
fatal bagi si penderita.
C.
Patofisiologi
Apendiks
terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat
kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses
inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas
atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam
kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi
pus.
D.
Manifestasi
Klinis
Apendiksitis
memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : mual,muntah dan nyeri
yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai
diperut sebelah atas atau sekitar pusar , lalu timbul mual dan muntah.setelah
beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah.jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bias mencapai
37,8-38,8’ Celsius.
Menurut Betz, Cecily, 2000 gejalanya yaitu :
1)
Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke
kuadran kanan bawah
2)
Anoreksia
3)
Mual, Diare
4)
Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak
yang lebih besar).
5)
Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada
peritonotis.
6)
Nyeri lepas.
7)
Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8)
Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis
dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
E.
Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis
terbagi atas 2 yakni :
1) Apendisitis
akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah
sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah
bertumpuk nanah.
2) Apendisitis
kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh
akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks
miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Letak apendiks.
Appendiks
terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara
di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu:
taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada
daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat.
Ukuran dan isi apendiks.
Panjang
apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat
basa mengandung amilase dan musin.
F.
Penatalaksanaan
Pembedahan
diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan
IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi
dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah
atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan
secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan
pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan
latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk
digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien
merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan
anastesi.
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1.
Sebelum operasi ( Pra operatif )
1)
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2)
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
3)
Rehidrasi
4)
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan
diberikan secara intravena.
5)
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti
menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan
setelah rehidrasi tercapai.
6)
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2.
Operasi ( Intra Operatif )
1)
Apendiktomi.
2)
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi
bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
3)
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya
mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3.
Pasca operasi
1)
Observasi TTV.
2)
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
3)
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
4)
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama pasien dipuasakan.
5)
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada
perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6)
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
7)
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
8)
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar.
9)
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.
G. Komplikasi
Beberpa
komplikasi yang dapat terjadi :
1)
Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi
tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut,
peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik
(Syamsuhidajat, 1997).
2)
Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran
infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan
begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin
syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku,
nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan Wilson, 2006).
3)
Massa
Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix
dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih
terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis,
lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah
mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi,
tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan
ringan, lekosit dan netrofil normal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKSITIS
A. Pengkajian
1.
Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai :
1) Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar
epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan
terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
2) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan
dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
3) Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
4) Kebiasaan eliminasi.
2.
Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi : Takikardia.
2) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
3) Aktivitas/istirahat : Malaise.
4) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare
kadang-kadang.
5) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising usus.
6) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium
dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
7) Demam lebih dari 380C.
8) Data psikologis klien nampak gelisah.
9) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
10) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan
dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
11) Berat badan sebagai indicator untuk menentukan
pemberian obat.
3.
Pemeriksaan Penunjang
1) Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis
permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
2) Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat.
3) Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada
ginjal.Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.Pada enema barium
apendiks tidak terisi.Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks
nonperforasi, abses apendiks.
B. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis
dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
5) Hipertermi berhubungan dengan sepsis.
6) Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan
operasi.
7) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan luka
bekas operasi.
C. Intervensi
1) Dx : Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang
atau hilang.
Kriteria Hasil :
· Nyeri berkurang
· Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
· Kegelisahan atau keteganganotot
· Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
· Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.
Intervensi
· Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
lokasi, keparahan, factor presipitasinya.
· Observasi ketidaknyamanan non verbal.
· Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir
dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
· Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
· Anjurkan pasien untuk istirahat.
· Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
· Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
2) Dx : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
· Mempertahankan berat badan.
· Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
· Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
· Turgor kulit baik.
Intervensi
· Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
· Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
· Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
dan bagaimana memenuhinya.
· Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan
muntah.
· pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
3) Dx : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan
hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
· Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,
BJ urine normal, HT normal.
· Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
· Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor
kulit, membran mukosa lembab.
· Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
· Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
· Monitor vital sign dan status hidrasi.
· Monitor status nutrisi
· Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin
dan waktu pembekuan.
· Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai
terapi.
· Atur kemungkinan transfusi darah.
4) Dx : Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis
dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Kriteria:
·
Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit,
pengobatan
·
Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
·
Kaji ulang pembatasan aktivitas paska oerasi
·
Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode
istirahat periodik
·
Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan,
pembatasan mandi
·
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi
medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
5)
Dx : Hipertermi berhubungan dengan sepsis.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 suhu tubuh menurun dan
kembali normal ( Suhu tubuh kembali normal (36 - 37,50) )
Intervensi :
·
Kaji suhu
setiap jam atau seperlunya
Rasional
: pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan lebih sering setelah upaya menurunkan
suhu tubuh dilakukan.
·
Kaji
faktor lingkungan dan perilaku yang menyebabkan hipertermi
Rasional
: hipertensi dapat diperburuk oleh lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung
·
Ajarkan
pentingnya masukan cairan selama panas dan selama aktivitas
Rasional
; kebutuhan cairan meningkat secara fisiologis karena beraktifitas dan suhu
tinggi.
·
Kolaborasi
pemberian obat antipiretik.
Rasional
: pemberian obat antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.
6)
Dx : Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan
operasi.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam ansietas teratasi ( Melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat teratasi
Tampak rileks )
Intervensi :
·
Evaluasi
tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
Rasional
: ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada prosedur diagnostik
dan pembedahan.
·
Jelaskan
dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
Rasional
: dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan
pembedahan.
·
Lindungi
privasi pasien, jika terjadi kejang.
Rasional
: memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri
pasien.
·
Jadwalkan
istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
Rasional
: membatasi kelemahan, menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.
7)
Dx : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan luka
bekas operasi.
Tujuan
: setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
melaporkan
nyeri hilang / terkontrol.Tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat.
Intervensi :
·
Kaji
skala nyeri
Rasional
: membantu menentukan derajat nyeri
·
Atur
posisi tirah baring
Rasional
: sebagai dinding abdomen kanan
·
Ajarkan
teknik relaksasi dan distraksi
Rasional
: cara efektif pengurangan nyeri dengan peralihan perhatian
·
Ciptakan
kondisi lingkungan yang nyaman
Rasional
: dengan kondisi lingkungan yang nyaman klien dapat istirahat dengan tenang
·
Kolaborasi
dalam pemberian analgetik
Rasional
: analgetik menekan stimulus syaraf pusat pada thalamus dan korteks cerebri.
D. Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan
keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan
perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat
menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien
post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen,
interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari
semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan
kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah
dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu
yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi
dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan
orang lain.
E. Evaluasi.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam
asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi
dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat
mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar
dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien
sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah
satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum
yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada
apendiks yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau
benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh parasit E.
Histolytica
juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat menyebabkan
terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah serat
dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan
intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis. Sehingga
Pembedahan diperllukan untuk mencegah peritonitis karena perforasi apendiks.
B. Saran
Dalam
menangani usus buntu sebaiknya jangan terlalu banyak makan zat non hidrohenik,
seperti cabai-cabaian. Bila sering makan satu cabai, maka zat ini akan awet
dalam tubuh sampai meninggal dunia, tidak keluar; kenyang terus; sehingga tidak
ada gantian zat. Tetapi bila cabai dibuat sambal dengan seluruh jenis cabai
merah, cabai hijau, cabai kuning; cabai hitam dan lain-lain, maka tidak
berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. Pasca operasi hindari makan makanan yang
dapat menyebabkan alergi, konsumsi makanan anti-oksidan (tomat, dan lain-lain.)
Hindari konsumsi makanan yang menstimulasi (kopi, alkohol, rokok), dan minum
air 6-8 gelas/hari.
Secara
aplikatif, hendaknya Pemerintah memberikan perhatian dan bantuan lebih terhadap
dunia kesehatan, khususnya pada penanganan apendisitis.. Dengan meningkatkan
penyuluhan tentang kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal
Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan
Patologi Anatomi, edisi 2. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: EGC.
Rothrock, J.C. (2000),
Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC.
Faradillah, Firman, dan Anita.
2009. Gastro Intestinal Track Anatomical Aspect. Surakarta : Keluarga
Besar Asisten Anatomi FKUNS.
Pierce dan Neil. 2007. At a Glance Ilmu Bedah.
Ed : 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Subanada, Supadmi, Aryasa, dan
Sudaryat. 2007. Beberapa Kelainan Gastrointestinal yang Memerlukan Tindakan
Bedah. Dalam: Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar