Powered By Blogger

Senin, 07 Mei 2012

Askep Apendisitis


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ pencernaan tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh. Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung energi, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan makanan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan, dan penambahan jaringan tubuh. Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam keadaan terganggu.
Walaupun sistem pencernaan mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan kita, akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada sistem ini juga dapat mengakibatkan kematian. Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak diperlukan pada apendisitis akut untuk menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya seperti peritonitis generalisata.
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Dalam Askep ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit apendisitis untuk memudahkan kita sebagai calon perawat dalam merawat pasien dengan penyakit apendisitis.
B.  Rumusan Masalah
1)   Bagaimana anatomi dari apendiks ?
2)   Bagaimana patofisiologi dari gejala yang dialami oleh pasien Apendisitis?
3)   Apa diagnosis penyakit yang dialami pasien Apendisitis ?
4)   Apa saja gejala-gejala dari penyakit apendisitis ?
5)   Bagaimana penatalaksanaan untuk kasus di skenario ini ?
C.  Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan Askep ini adalah diperoleh gambaran secara teoritis dalam merawat pasien dengan apendisitis.
2.    Tujuan Khusus
2)   Mampu menguasai konsep teori penyakit apendisitis.
3)   Mampu mengidentifikasi data-data yang perlu dikaji pada klien dengan apendisitis.
4)   Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan apendisitis.
5)   Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan klien dengan apendisitis.
6)   Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan apendisitis.
7)   Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan apendisitis.
8)   Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan apendisitis.
D.  Manfaat Penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat sebagai sarana pembelajaran mahasiswa dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem Gastrointestinal.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Defenisi
Usus buntu atau apendiks vermiformis merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar (caecum), tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah.Apendiks vermiformis mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000). Appendicitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi ( Wilson & Goldman, 1989 )
B.  Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, . Ascaris (cacing kermi), Konsumsi rendah serat, cancer primer dan striktur ( peradangan ) serta infeksi kuman dari kolon . Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.
Penyabab apendiksistiis belum sepenuhnya dimengerti. Pada kebAnyakan kasus, peradangan dan infeksi usus buntu mungkin didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu. Bila peradangan berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bias pecah dan dapat mengakibatkan fatal bagi si penderita.
C.  Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
D.  Manifestasi Klinis
Apendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : mual,muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai diperut sebelah atas atau sekitar pusar , lalu timbul mual dan muntah.setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah.jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bias mencapai 37,8-38,8’ Celsius.
Menurut Betz, Cecily, 2000 gejalanya yaitu :
1)      Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
2)      Anoreksia
3)      Mual, Diare
4)      Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
5)      Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
6)      Nyeri lepas.
7)      Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
8)      Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.
E.  Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1)   Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2)   Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
F.   Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1.    Sebelum operasi ( Pra operatif )
1)   Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2)   Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
3)   Rehidrasi
4)   Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
5)   Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
6)   Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2.    Operasi ( Intra Operatif )
1)   Apendiktomi.
2)   Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
3)   Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3.    Pasca operasi
1)   Observasi TTV.
2)   Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
3)   Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
4)   Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
5)   Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6)   Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
7)   Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
8)   Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
9)   Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
G. Komplikasi
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1)   Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat, 1997).
2)   Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan Wilson, 2006).
3)   Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKSITIS
A.  Pengkajian
1.    Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
1)   Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
2)   Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
3)   Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
4)   Kebiasaan eliminasi.
2.    Pemeriksaan Fisik
1)   Sirkulasi : Takikardia.
2)   Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
3)   Aktivitas/istirahat : Malaise.
4)   Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
5)   Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
6)   Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
7)   Demam lebih dari 380C.
8)   Data psikologis klien nampak gelisah.
9)   Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
10)    Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
11)    Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.


3.    Pemeriksaan Penunjang
1)   Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
2)   Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
3)   Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.Pada enema barium apendiks tidak terisi.Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
B.  Diagnosa
1)   Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2)   Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
3)   Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
4)   Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
5)   Hipertermi berhubungan dengan sepsis.
6)   Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
7)   Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan luka bekas operasi.
C.  Intervensi
1)   Dx : Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
·       Nyeri berkurang
·       Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
·       Kegelisahan atau keteganganotot
·       Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
·       Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
Intervensi
·       Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya.
·       Observasi ketidaknyamanan non verbal.
·       Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
·       Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
·       Anjurkan pasien untuk istirahat.
·       Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
·       Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
2)   Dx : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
·       Mempertahankan berat badan.
·       Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
·       Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
·       Turgor kulit baik.
Intervensi
·       Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
·       Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
·       Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
·       Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
·       pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
3)   Dx : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
·       Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
·       Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
·       Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
·       Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
·       Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
·       Monitor vital sign dan status hidrasi.
·       Monitor status nutrisi
·       Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
·       Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
·       Atur kemungkinan transfusi darah.
4)   Dx : Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Kriteria:
·      Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
·      Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
·      Kaji ulang pembatasan aktivitas paska oerasi
·      Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik
·      Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
·      Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
5)   Dx : Hipertermi berhubungan dengan sepsis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 suhu tubuh menurun dan kembali normal ( Suhu tubuh kembali normal (36 - 37,50) )
Intervensi :
·      Kaji suhu setiap jam atau seperlunya
Rasional : pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan lebih sering setelah upaya menurunkan suhu tubuh dilakukan.
·      Kaji faktor lingkungan dan perilaku yang menyebabkan hipertermi
Rasional : hipertensi dapat diperburuk oleh lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung
·      Ajarkan pentingnya masukan cairan selama panas dan selama aktivitas
Rasional ; kebutuhan cairan meningkat secara fisiologis karena beraktifitas dan suhu tinggi.
·      Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Rasional : pemberian obat antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.
6)   Dx : Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam ansietas teratasi ( Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat teratasi  Tampak rileks )
Intervensi :
·      Evaluasi tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
Rasional : ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada prosedur diagnostik dan pembedahan.
·      Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
Rasional : dapat meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan pembedahan.
·      Lindungi privasi pasien, jika terjadi kejang.
Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri pasien.
·      Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
Rasional : membatasi kelemahan, menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.
7)   Dx : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan luka bekas operasi.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
melaporkan nyeri hilang / terkontrol.Tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat.
Intervensi :
·      Kaji skala nyeri
Rasional : membantu menentukan derajat nyeri
·      Atur posisi tirah baring
Rasional : sebagai dinding abdomen kanan
·      Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : cara efektif pengurangan nyeri dengan peralihan perhatian
·      Ciptakan kondisi lingkungan yang nyaman
Rasional : dengan kondisi lingkungan yang nyaman klien dapat istirahat dengan tenang
·      Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : analgetik menekan stimulus syaraf pusat pada thalamus dan korteks cerebri.
D.  Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
E.  Evaluasi.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.












BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh parasit E.
Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis. Sehingga Pembedahan diperllukan untuk mencegah peritonitis karena perforasi apendiks.
B.  Saran
Dalam menangani usus buntu sebaiknya jangan terlalu banyak makan zat non hidrohenik, seperti cabai-cabaian. Bila sering makan satu cabai, maka zat ini akan awet dalam tubuh sampai meninggal dunia, tidak keluar; kenyang terus; sehingga tidak ada gantian zat. Tetapi bila cabai dibuat sambal dengan seluruh jenis cabai merah, cabai hijau, cabai kuning; cabai hitam dan lain-lain, maka tidak berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. Pasca operasi hindari makan makanan yang dapat menyebabkan alergi, konsumsi makanan anti-oksidan (tomat, dan lain-lain.) Hindari konsumsi makanan yang menstimulasi (kopi, alkohol, rokok), dan minum air 6-8 gelas/hari.
Secara aplikatif, hendaknya Pemerintah memberikan perhatian dan bantuan lebih terhadap dunia kesehatan, khususnya pada penanganan apendisitis.. Dengan meningkatkan penyuluhan tentang kesehatan masyarakat.







DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi, edisi 2. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: EGC.
Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC.
Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical Aspect. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
Pierce dan Neil. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Ed : 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. 2007. Beberapa Kelainan Gastrointestinal yang Memerlukan Tindakan Bedah. Dalam: Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: CV Sagung Seto.

Tidak ada komentar: