Powered By Blogger

Selasa, 08 Mei 2012

Askep Kusta


ASKEP PENYAKIT KUSTA

A.    Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Lepra    :    Morbus hansen, Hamseniasis
Reaksi   :    Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.
B.     Kasus Kusta Di Indonesia
Penyakit kusta hingga kini masih menghantui 14 provinsi di Indonesia, empat provinsi di antaranya yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dilaporkan ada lebih dari 1.000 kasus setiap tahunnya.
"Program pengendalian penyakit kusta nasional melaporkan ada sekitar 17.000-18.000 kasus baru setiap tahunnya. Prevalensi penyakit kusta belum menunjukkan kecenderungan menurun. Karena itu, penyakit kusta masih menjadi prioritas program," ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedya-ningsih dalam "Pertemuan Aliansi Nasional Eliminasi Kusta (ANEK) dan Eradikasi Frambusia", di Jakarta, Selasa (31/8).
Menkes menambahkan, Indonesia merupakan negara ketiga di dunia setelah India dan Brasil yang memiliki kasus kusta baru terbanyak. Secara nasional, Indonesia sebenarnya telah mencapai tingkat eliminasi terhadap kusta dengan angka prevalensi kurang dari satu per 10.000 pada tahun 2000.
"Namun dengan tingkat populasi yang cukup besar, maka jumlah penderita kus-ta baru sebanyak 18.000 orang per tahun terbilang cukup besar," katanya.
Menurut Endang Rahayu, program pengendalian kusta telah berhasil mengobati dan menyembuhkan sebanyak 375.119 penderita melalui Multi-Drug Therapy (MDT) sejak 1990 dan telah menurunkan 80 persen jumlah penderita dari 107.271 pada tahun 1990 menjadi 21.026 penderita pada tahun 2009.
Namun, diakui Menkes, beban akibat kecacatan akibat kusta masih tinggi yaitu sekitar 1.500 kasus cacat tingkat 2 masih ditemukan tiap tahunnya.
"Secara kumulatif, sejak tahun 1990-2009 terdapat sekitar 30.000 kasus cacat tingkat 2 yang antara lain mata tidak bisa menutup karena syaratnya terganggu, jari tangan atau kaki bengkok/kiting atau adanya luka pada telapak tangan dan kaki akibat mati rasa," tutur Menkes.
Besarnya beban akibat kecacatan kusta itulah, lanjut Endang Rahayu, mendorong Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan target menurunkan 35 persen angka cacat tingkat 2 pada tahun 2015 berdasarkan data tahun 2010.

C.    Etiologi
M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.
D.    Patogenesis
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.
M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
E.     Klasifikasi Kusta
·         Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi :
1.      TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( – ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
2.      BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + )
3.      Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.
·         Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( – ).
1.      BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( – ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( – ).
2.      LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( – ).
·         WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1.      Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
2.      Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL




F.     Gambaran Klinis
Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling
  1. Tipe Tuberkoloid ( TT )
·         Mengenai kulit dan saraf.
·         Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).
·         Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.
·         Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.
2.      Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
·         Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
·         Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.
·         Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.
·         Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.
3.      Tipe Mid Borderline ( BB )
·         Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.
·         Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.
·         Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris.
·         Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.
·         Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini.
4.      Tipe Borderline Lepromatus ( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.
5.      Tipe Lepromatosa ( LL )
·         Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
·         Distribusi lesi khas :
o    Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.
o    Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.
·         Stadium lanjutan :
o    Penebalan kulit progresif
o    Cuping telinga menebal
o    Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis.
·         Lebih lanjut
o    Deformitas hidung
o    Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis
o    Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.
o    Penyakit progresif, makula dan popul baru.
o    Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
·         Stadium lanjut
Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.



6.      Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)
·         Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.
·         Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.
·         Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.
·         Sebagian sembuh spontan.
Gambaran klinis organ lain
·         Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan
·         Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana
·         Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis
·         Lidah : ulkus, nodus
·         Larings : suara parau
·         Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi
·         Kelenjar limfe : limfadenitis
·         Rambut : alopesia, madarosis
·         Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.










G.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pada pengkajian klien penderita kusta dapat ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:
1.      Aktivitas/ istirahat.
Tanda : penurunan kekuatan otot, gangguan massa otot dan perubahan tonus otot.
2.      Sirkulasi.
Tanda : Penurunan nadi perifer
3.      Vasokontriksi perifer.
4.      Integritas ego.
Gejala : Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan,
Tanda : Ansietas, menyangkal, menarik diri.
5.      Makanan/cairan.
6.      Anoreksia.
7.      Neurosensori.
Gejala : kerusakan saraf terutama saraf tepi, penekanan saraf tepi.
Tanda : peruubahan perilaku, penurunan refleks tendon.
8.      Nyeri kenyamanan.
Gejala : Tidak sensitive terhadap sentuhan, suhu, dan tidak merasakan nyeri.
9.      Pernapasan.
Gejala : Pentilasi tidak adekuat, takipnea.

10.  Keamanan.
Tanda : lesi kulit dapat tunggal/multiple, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga, lesi dapat berpariasi tetapi umumnya berupa macula, papula dan nodul.

Pemeriksaan klinis
a.       Inspeksi, pasien diminta memejamakan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah semua kelainan kulit diseluruh tubuh diperhatikan, seperti adanya macula, nodul, jaringan parut, kulit yang keriput, penebalan kulit, dan kehilangan rambut tubuh (alopesia dan madarosis).
b.      Pemeriksaan sensibilitas. Pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), Jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri, serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu).
c.       Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: nervus Auricularis magnus,Nervus ulnaris,Nervus radialis, Nervus medianus, nervus peroneus dan nervus tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah ia kesakitan atau tidaksaraf-saraf diraba.
d.      Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu: memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta (uji gunawan).












2.      Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan : Untuk memelihara integritas kulit/ mencapai penyembuhan tepat waktu.
No.
Intervensi
Rasional
1
Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandikan dan lakukan intervensi yang tepat.
2
Pertahankan/intruksikan dalam hygiene kulit, misalnya membasuh kemudian mengerinkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan losion atau krim.
Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan.
3
Gunting kuku secara teratur
Kuku yang panjang/kasar, meningkatkan resiko kerusakan dermal.
4
Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka.
Dapat mengidentifikasi bakteri patogen dan pilihan perawatan yang sesuai.
5
Gunakan/berikan obat topical atau sistemik sesuai indikasi.
Digunakan pada perawatan lesi kulit.
6
Lindungi lesi dengan salep antibiotic sesuai petunjuk.
Melindungi area lesi dari kontaminasi bakteri dan meningkatkan penyembuhan.







b.      Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan lesi kulit.
Tujuan : Untuk mengurangi rasa gatal sehingga tercapai kenyamanan pasien.
No.
Intervensi
Rasional
1
Upayakan untuk menemukan penyebab gangguan rasa nyaman.

Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan
2
Mencapai hasil-hasil observasi secara rinci dengan memakai terminology deskriftif.
Deskrifsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan diagnosis dan pengobatan. Banyak kondisi tampak serupa tapi mempunyai etiologi yang berbeda.
3
Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin terjadi.
Lesi yang menyeluru terutama dengan awitan yang mendadak dapat menunjukkan reaksi alergi terhadap obat.
4
Pertahankan kelembaban kira-kira 60%. Gunakanlah alat pelembab.
Dengan kelembaban yang rendah kulit akan kehilangan air.
5
Pertahankan lingkungan dingin.

Kesejukan mengurangi gatal.
(Neutrogena, aveno ).
6
Gunakan sabun ringan (dove) atau sabun yang dibuat untuk kulitü sensitive
Upaya ini mencakup tidak adanya larutan detergen, zat pewarna atau bahan pengeras.
7
Lepaskan kelebihan pakaianatau peralatan ditemp[at tidur.
Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
8
Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun ringan
Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi kulit.
9
Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen ,pembersih dan pelarut.
Setiap substansi yang menghilangkan air, lipid atau protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit.
penyembuhan.
10
Membantu pasien menerima terapi yang lama yang diperlukan pada tahap
Tindakan koping biasanya akan meningkatkan kenyamanan. tampa resep dokter.
11
Menasehati pasien untuk menghindari pemakaian salep atau lotion yang diberi
Masalah pasien dapat disebabkan oleh iritasi atau sensitisasi karena pengobatan sendiri.

c.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan priritus.
Tujuan : Untuk mencapai istirahat tidur yang cukup.
No.
Intervensi
Rasional
1
Menasehati pasien utk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yg baik.
Udara yang kering menimbulkan rasa gatal. Lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
2
Menjaga agar kulit agar selalu lembab .
Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat dikendalikan tetapi dapat disaembuhkan.
3
Menjaga jadwal tidur yang teratur.Pergi tidur pada saat yang sama dan bangun pada saat yang sama.
Dengan jadwal tidur yang teratur akan terpenuhi kebutuhan tidur klien.

4
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur malam hari.
Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam sesudah dikomsumsi.
5
Melaksanakan gerak badan secara teratur
Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada malam hari.
6
Mengerjakan hal-hal yang ritual dan rutin menjelang tidur.
Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.







d.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kuilit yang tidak baik.
Tujuan : Klien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri
No.
Intervensi
Rasional
1
Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan muak terhadap kondisi kulitnya.
Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang tampak nyata bagi pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri.
2
Identifikasi stadium psikososial tahap perkembangan.
Terdapat hubungan antara stadium perkenmbangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasioen terhadap kondisi kulitnya.
3
Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan (dengan cara yang terbuka, tidak menghakimi) untuk mengespresikan berduka atau anseitas tentang perubahan citra tubuh.
Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri.
4
Bersikap realistic selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan.
Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat.
5
Berikan harapan dalam parameter situasi individu: jangan memberikan keyakinan yang salah.
Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita.
6
Dorong interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitasi.
Mempertahankan pola komunikasi dan memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga.

e.       Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurunun.
Tujuan : Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasi
No.
Intervensi
Rasional
1
Ukur tanda-tanda vital termasuk suhu
Memberikan imformasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menujukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru, dimana obat tidak lagi secara efektive mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
2
Tekankan pentingnya tekhnik cuci tanganyang baik untuk semua individu yang dating kontak dengan pasien
Mengcegah kontaminasi silang; menurungkan resiko infeksi.
3
Gunakan saputangan , masker dan tekniik aseptik selama perawatan dan berikan pakaian yang steril atau baru
Mengcegah terpajan pada organisme infeksius
4
Observasi lesi secara periodic
Untuk mengetahui perubahan respon terhadap terapi.
5
Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi yang baik. Periksa pengunjung atau staf terhadap tanda infeksi dan pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi.
Mengurangi patogen pada system integument dan mengrangi kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
6
Berikan preparat antibiotic yang diresepkan dokter.
Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi.

f.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya imformasi terhadap perawatan kulit.
Tujuan : Klien mendapatkan imformasih yang adekuat tentang
No.
Intervensi
Rasional
1
Tentukan apakah pasien mengetahui (memahami dan salah mengerti) tentang kindisi dirinya.
Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.
2
Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan persepsi /imformasi.
Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat mereka perbuat. Kebanyakan pasien merasakan mamfaat dan merasa lebih.
3
Berikan imformasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya jadwal dalam minum obat.
Imformasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
4
Jelaskan penatalaksanaan minum obat: dosis, frekuensi, tindakan, dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama.
Meningkatkan partisipasi klien, mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
5
Berikan nasehat pada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi serta lotion kulit.
Stratum korneum memerlukan air agar fleksibilitas kulit btetap terjaga.. pemberian lotion untuk melembabkan kulit akan mencegah agar kulit tidak menjadi kering, kasar, retak dan bersisik.
6
Dorong pasien agar mendapat status nutrisi yang sehat.
Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang.perubahan pada kulit dapat mendakan status nutrisi yang abnormal. Nutrisi yang optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.
7
Tekankan perlunya atau pentingnya mengevaluasi perawatan atau rehabilitasi.
Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang kontinu dan perubahan terapi dibutuhkan untuk penyembuhan optimal.

g.       Ansietas berhubungan dengan poerubahan status kesehatan.
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan penurunan ansietas sehingga dapat menerimah perubahan status kesehatannya dengan cara sehat. Berikan penjelasan yang sering dan imformasi tentang prosedur
No.
Intervensi
Rasional
1
Berikan penjelasan yang sering dan imformasi tentang prosedur perawatan.
Pengetahuan diharapkan menurunkan ketakutan dan ancietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerjasama.
2
Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan.
Meningkatkan rasa control dan kerjasama, menurunkan perasaan tak berdaya atau putuis asa.
3
Kaji status mental terhadap penyakit
Pada awalnya pasien dapat men ggunakan penyangkalan untuk menurungkan dan menyaring imformasi secara keseluruhan.
4
Berikan orientasi konstan dan konsisten.
Membantu pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan realitas.
5
Dorong pasien untuk bicara tentang penyakitnya.
Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
6
Jelaskan pada pasien apa yanga terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka atau jujur.
Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.
7
Identifikasi metode koping atau penanganan stuasi stress sebelumnya.
Perilaku masalalu yang berhasil dapat digunakan untuk membantu situasi saat ini.
8
Dorong keluarga atau orang terdekat mengunjungi dan mendiskusikan yang terjadi pada keluarga. Mengingatkan pasien kejadian masa lalu dan akan datang.
Mempertahankan kontak dengan realitas keluarga, membuat rasa kedekatan dan kesinambungan hidup.
9
Berikan sedative ringan sesuai indikasi.
Obat ansietas diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil secara psikis.

3.      Implementasi Keperawatan
Melakukan apa yang harus dilakukan pada saat itu sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dan mencatat setiap tidakan yang dilakukan pada pasien.

4.      Evaluasi
Mengevaluasi semua tindakan yang telah diberikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan.

Tidak ada komentar: