ASKEP
PENYAKIT KUSTA
A.
Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit
menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
Lepra
: Morbus
hansen, Hamseniasis
Reaksi
: Episode
akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu
interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang
telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.
B.
Kasus Kusta Di Indonesia
Penyakit kusta hingga
kini masih menghantui 14 provinsi di Indonesia, empat provinsi di antaranya
yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dilaporkan ada
lebih dari 1.000 kasus setiap tahunnya.
"Program
pengendalian penyakit kusta nasional melaporkan ada sekitar 17.000-18.000 kasus
baru setiap tahunnya. Prevalensi penyakit kusta belum menunjukkan kecenderungan
menurun. Karena itu, penyakit kusta masih menjadi prioritas program," ujar
Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedya-ningsih dalam "Pertemuan
Aliansi Nasional Eliminasi Kusta (ANEK) dan Eradikasi Frambusia", di
Jakarta, Selasa (31/8).
Menkes menambahkan,
Indonesia merupakan negara ketiga di dunia setelah India dan Brasil yang
memiliki kasus kusta baru terbanyak. Secara nasional, Indonesia sebenarnya
telah mencapai tingkat eliminasi terhadap kusta dengan angka prevalensi kurang
dari satu per 10.000 pada tahun 2000.
"Namun dengan
tingkat populasi yang cukup besar, maka jumlah penderita kus-ta baru sebanyak
18.000 orang per tahun terbilang cukup besar," katanya.
Menurut Endang Rahayu,
program pengendalian kusta telah berhasil mengobati dan menyembuhkan sebanyak
375.119 penderita melalui Multi-Drug Therapy (MDT) sejak 1990 dan telah
menurunkan 80 persen jumlah penderita dari 107.271 pada tahun 1990 menjadi
21.026 penderita pada tahun 2009.
Namun, diakui Menkes,
beban akibat kecacatan akibat kusta masih tinggi yaitu sekitar 1.500 kasus
cacat tingkat 2 masih ditemukan tiap tahunnya.
"Secara kumulatif,
sejak tahun 1990-2009 terdapat sekitar 30.000 kasus cacat tingkat 2 yang antara
lain mata tidak bisa menutup karena syaratnya terganggu, jari tangan atau kaki
bengkok/kiting atau adanya luka pada telapak tangan dan kaki akibat mati
rasa," tutur Menkes.
Besarnya beban akibat
kecacatan kusta itulah, lanjut Endang Rahayu, mendorong Badan Kesehatan Dunia
(WHO) mencanangkan target menurunkan 35 persen angka cacat tingkat 2 pada tahun
2015 berdasarkan data tahun 2010.
C.
Etiologi
M. Leprae atau kuman Hansen adalah
kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH
Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang
dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok
dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu
dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat
mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.
D.
Patogenesis
Meskipun cara masuk M. Leprae ke
tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit
tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh
yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non
toksis.
M. Leprae ( Parasis Obligat
Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah
superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh
tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn,
histiosit ) untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system
imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah
diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe TT ; fase system imun seluler
tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis
macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu
membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi
berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
E.
Klasifikasi Kusta
·
Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta
berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun
penderita menjadi :
1. TT : Lesi berupa makula hipo
pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di
atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa
gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat.
BTA ( – ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat
eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan
sensibilitas ( + )
3. Lesi berupa mamakula/infiltrat
eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out” dengan
infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu
jelas pada tepi luarnya.
·
Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus
kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( – ).
1. BL : Lesi infiltrat eritematosa
dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan
sensibilitas sedikit/( – ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( – ).
2. LL : Lesi infiltrat eritematosa
dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris.
BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji
Lepromin ( – ).
·
WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
F.
Gambaran Klinis
Menurut
klasifikasi Ridley dan Jopling
- Tipe Tuberkoloid ( TT )
·
Mengenai kulit dan saraf.
·
Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat,
batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).
·
Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir
sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer
yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.
·
Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan
tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.
2.
Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
·
Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
·
Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak
sejelas tipe TT.
·
Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.
·
Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.
3.
Tipe Mid Borderline ( BB )
·
Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.
·
Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.
·
Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas,
jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris.
·
Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun
distribusinya.
·
Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi
berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas
tipe ini.
4.
Tipe Borderline Lepromatus ( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu
menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih
bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag
tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi,
hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil
daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat
prediteksi.
5.
Tipe Lepromatosa ( LL )
·
Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma,
berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada
stadium dini.
·
Distribusi lesi khas :
o
Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.
o
Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor
tingkat bawah.
·
Stadium lanjutan :
o
Penebalan kulit progresif
o
Cuping telinga menebal
o
Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat
disertai madarosis, intis dan keratitis.
·
Lebih lanjut
o
Deformitas hidung
o
Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis
o
Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.
o
Penyakit progresif, makula dan popul baru.
o
Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
·
Stadium lanjut
Serabut saraf perifer mengalami
degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.
6.
Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam
klasifikasi Redley & Jopling)
·
Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit
sekitar normal.
·
Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka,
kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.
·
Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.
·
Sebagian sembuh spontan.
Gambaran klinis organ lain
·
Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan
·
Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana
·
Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis
·
Lidah : ulkus, nodus
·
Larings : suara parau
·
Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi
·
Kelenjar limfe : limfadenitis
·
Rambut : alopesia, madarosis
·
Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal,
pielonefritis, nefritis interstitial.
G.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pada
pengkajian klien penderita kusta dapat ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Aktivitas/ istirahat.
Tanda : penurunan kekuatan otot,
gangguan massa otot dan perubahan tonus otot.
2. Sirkulasi.
Tanda : Penurunan nadi perifer
3. Vasokontriksi perifer.
4. Integritas ego.
Gejala : Masalah tentang keluarga, pekerjaan,
keuangan, kecacatan,
Tanda : Ansietas, menyangkal,
menarik diri.
5. Makanan/cairan.
6. Anoreksia.
7. Neurosensori.
Gejala : kerusakan saraf terutama saraf
tepi, penekanan saraf tepi.
Tanda : peruubahan perilaku,
penurunan refleks tendon.
8. Nyeri kenyamanan.
Gejala : Tidak sensitive terhadap sentuhan, suhu, dan tidak
merasakan nyeri.
9. Pernapasan.
Gejala : Pentilasi tidak adekuat, takipnea.
10. Keamanan.
Tanda :
lesi kulit dapat tunggal/multiple, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang kadang
lesi kemerahan atau berwarna tembaga, lesi dapat berpariasi tetapi umumnya berupa
macula, papula dan nodul.
Pemeriksaan klinis
a. Inspeksi, pasien diminta memejamakan
mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan tertawa untuk mengetahui fungsi saraf
wajah semua kelainan kulit diseluruh tubuh diperhatikan, seperti adanya macula,
nodul, jaringan parut, kulit yang keriput, penebalan kulit, dan kehilangan
rambut tubuh (alopesia dan madarosis).
b. Pemeriksaan sensibilitas. Pada lesi
kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), Jarum pentul yang tajam dan tumpul
(rasa nyeri, serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu).
c. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya
dilakukan pada: nervus Auricularis magnus,Nervus ulnaris,Nervus radialis,
Nervus medianus, nervus peroneus dan nervus tibialis posterior. Hasil
pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan
adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah ia kesakitan atau
tidaksaraf-saraf diraba.
d. Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu:
memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar
keringat dengan menggunakan pensil tinta (uji gunawan).
2.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
Tujuan
: Untuk memelihara integritas kulit/ mencapai penyembuhan tepat waktu.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,
sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.
|
Menentukan garis dasar dimana perubahan pada
status dapat dibandikan dan lakukan intervensi yang tepat.
|
2
|
Pertahankan/intruksikan dalam hygiene kulit,
misalnya membasuh kemudian mengerinkannya dengan berhati-hati dan melakukan
masase dengan menggunakan losion atau krim.
|
Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan
meningkatkan kenyamanan.
|
3
|
Gunting kuku secara teratur
|
Kuku yang panjang/kasar, meningkatkan resiko
kerusakan dermal.
|
4
|
Dapatkan kultur dari lesi kulit terbuka.
|
Dapat mengidentifikasi bakteri patogen dan pilihan
perawatan yang sesuai.
|
5
|
Gunakan/berikan obat topical atau sistemik sesuai
indikasi.
|
Digunakan pada perawatan lesi kulit.
|
6
|
Lindungi lesi dengan salep antibiotic sesuai
petunjuk.
|
Melindungi area lesi dari kontaminasi bakteri dan
meningkatkan penyembuhan.
|
b.
Gangguan rasa nyaman gatal berhubungan dengan lesi kulit.
Tujuan
: Untuk mengurangi rasa gatal sehingga tercapai kenyamanan pasien.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Upayakan untuk menemukan penyebab
gangguan rasa nyaman.
|
Membantu mengidentifikasi tindakan
yang tepat untuk memberikan kenyamanan
|
2
|
Mencapai hasil-hasil observasi
secara rinci dengan memakai terminology deskriftif.
|
Deskrifsi yang akurat tentang
erupsi kulit diperlukan diagnosis dan pengobatan. Banyak kondisi tampak
serupa tapi mempunyai etiologi yang berbeda.
|
3
|
Mengantisipasi reaksi alergi yang
mungkin terjadi.
|
Lesi yang menyeluru terutama
dengan awitan yang mendadak dapat menunjukkan reaksi alergi terhadap obat.
|
4
|
Pertahankan kelembaban kira-kira
60%. Gunakanlah alat pelembab.
|
Dengan kelembaban yang rendah
kulit akan kehilangan air.
|
5
|
Pertahankan lingkungan dingin.
|
Kesejukan mengurangi gatal.
(Neutrogena, aveno ). |
6
|
Gunakan sabun ringan (dove) atau
sabun yang dibuat untuk kulitü sensitive
|
Upaya ini mencakup tidak adanya
larutan detergen, zat pewarna atau bahan pengeras.
|
7
|
Lepaskan kelebihan pakaianatau
peralatan ditemp[at tidur.
|
Meningkatkan lingkungan yang
sejuk.
|
8
|
Cuci linen tempat tidur dan
pakaian dengan sabun ringan
|
Sabun yang keras dapat menimbulkan
iritasi kulit.
|
9
|
Hentikan pemajanan berulang
terhadap detergen ,pembersih dan pelarut.
|
Setiap substansi yang
menghilangkan air, lipid atau protein dari epidermis akan mengubah fungsi
barier kulit.
penyembuhan. |
10
|
Membantu pasien menerima terapi
yang lama yang diperlukan pada tahap
|
Tindakan koping biasanya akan
meningkatkan kenyamanan. tampa resep dokter.
|
11
|
Menasehati pasien untuk
menghindari pemakaian salep atau lotion yang diberi
|
Masalah pasien dapat disebabkan
oleh iritasi atau sensitisasi karena pengobatan sendiri.
|
c.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan priritus.
Tujuan
: Untuk mencapai istirahat tidur yang cukup.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Menasehati
pasien utk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yg
baik.
|
Udara
yang kering menimbulkan rasa gatal. Lingkungan yang nyaman meningkatkan
relaksasi.
|
2
|
Menjaga
agar kulit agar selalu lembab .
|
Tindakan
ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
dikendalikan tetapi dapat disaembuhkan.
|
3
|
Menjaga
jadwal tidur yang teratur.Pergi tidur pada saat yang sama dan bangun pada
saat yang sama.
|
Dengan
jadwal tidur yang teratur akan terpenuhi kebutuhan tidur klien.
|
4
|
Menghindari
minuman yang mengandung kafein menjelang tidur malam hari.
|
Kafein
memiliki efek puncak 2-4 jam sesudah dikomsumsi.
|
5
|
Melaksanakan
gerak badan secara teratur
|
Gerak
badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada
malam hari.
|
6
|
Mengerjakan
hal-hal yang ritual dan rutin menjelang tidur.
|
Tindakan
ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.
|
d. Gangguan citra tubuh berhubungan
dengan penampakan kuilit yang tidak baik.
Tujuan
: Klien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji
adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak mata, ucapan yang
merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan muak terhadap kondisi kulitnya.
|
Gangguan
citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang tampak nyata bagi
pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep
diri.
|
2
|
Identifikasi
stadium psikososial tahap perkembangan.
|
Terdapat
hubungan antara stadium perkenmbangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman
pasioen terhadap kondisi kulitnya.
|
3
|
Berikan
kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan (dengan cara yang terbuka, tidak
menghakimi) untuk mengespresikan berduka atau anseitas tentang perubahan
citra tubuh.
|
Pasien
membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. Mendukung upaya pasien untuk
memperbaiki citra diri.
|
4
|
Bersikap
realistic selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan.
|
Meningkatkan
kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat.
|
5
|
Berikan
harapan dalam parameter situasi individu: jangan memberikan keyakinan yang salah.
|
Meningkatkan
perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana
untuk masa depan berdasarkan realita.
|
6
|
Dorong
interaksi keluarga dan dengan tim rehabilitasi.
|
Mempertahankan
pola komunikasi dan memberikan dukungan terus menerus pada pasien dan
keluarga.
|
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan
dengan kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurunun.
Tujuan
: Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasi
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Ukur
tanda-tanda vital termasuk suhu
|
Memberikan
imformasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang
terjadi untuk menujukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru,
dimana obat tidak lagi secara efektive mengontrol infeksi yang tidak dapat
disembuhkan.
|
2
|
Tekankan
pentingnya tekhnik cuci tanganyang baik untuk semua individu yang dating
kontak dengan pasien
|
Mengcegah
kontaminasi silang; menurungkan resiko infeksi.
|
3
|
Gunakan
saputangan , masker dan tekniik aseptik selama perawatan dan berikan pakaian yang steril atau
baru
|
Mengcegah
terpajan pada organisme infeksius
|
4
|
Observasi
lesi secara periodic
|
Untuk
mengetahui perubahan respon terhadap terapi.
|
5
|
Berikan
lingkungan yang bersih dan berventilasi yang baik. Periksa pengunjung atau
staf terhadap tanda infeksi dan pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi.
|
Mengurangi
patogen pada system integument dan mengrangi kemungkinan pasien mengalami
infeksi nosokomial.
|
6
|
Berikan
preparat antibiotic yang diresepkan dokter.
|
Membunuh
atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi.
|
f. Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya imformasi terhadap perawatan kulit.
Tujuan
: Klien mendapatkan imformasih yang adekuat tentang
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Tentukan
apakah pasien mengetahui (memahami dan salah mengerti) tentang kindisi
dirinya.
|
Memberikan
data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.
|
2
|
Jaga
agar pasien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan persepsi
/imformasi.
|
Pasien
harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat mereka perbuat.
Kebanyakan pasien merasakan mamfaat dan merasa lebih.
|
3
|
Berikan
imformasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya jadwal dalam minum
obat.
|
Imformasi
tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
|
4
|
Jelaskan
penatalaksanaan minum obat: dosis, frekuensi, tindakan, dan perlunya terapi
dalam jangka waktu lama.
|
Meningkatkan
partisipasi klien, mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
|
5
|
Berikan
nasehat pada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel
dengan tindakan hidrasi serta lotion kulit.
|
Stratum
korneum memerlukan air agar fleksibilitas kulit btetap terjaga.. pemberian
lotion untuk melembabkan kulit akan mencegah agar kulit tidak menjadi kering,
kasar, retak dan bersisik.
|
6
|
Dorong
pasien agar mendapat status nutrisi yang sehat.
|
Penampakan
kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang.perubahan pada kulit dapat
mendakan status nutrisi yang abnormal. Nutrisi yang optimal meningkatkan
regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.
|
7
|
Tekankan
perlunya atau pentingnya mengevaluasi perawatan atau rehabilitasi.
|
Dukungan
jangka panjang dengan evaluasi ulang kontinu dan perubahan terapi dibutuhkan
untuk penyembuhan optimal.
|
g.
Ansietas berhubungan dengan poerubahan status kesehatan.
Tujuan : Pasien dapat
menunjukkan penurunan ansietas sehingga dapat menerimah perubahan status kesehatannya
dengan cara sehat. Berikan penjelasan yang sering dan imformasi tentang
prosedur
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Berikan penjelasan yang sering dan
imformasi tentang prosedur perawatan.
|
Pengetahuan diharapkan menurunkan
ketakutan dan ancietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan
kerjasama.
|
2
|
Libatkan pasien atau orang
terdekat dalam proses pengambilan keputusan.
|
Meningkatkan rasa control dan kerjasama,
menurunkan perasaan tak berdaya atau putuis asa.
|
3
|
Kaji status mental terhadap
penyakit
|
Pada awalnya pasien dapat men
ggunakan penyangkalan untuk menurungkan dan menyaring imformasi secara
keseluruhan.
|
4
|
Berikan orientasi konstan dan konsisten.
|
Membantu pasien tetap berhubungan
dengan lingkungan dan realitas.
|
5
|
Dorong pasien untuk bicara tentang
penyakitnya.
|
Pasien perlu membicarakan apa yang
terjadi terus menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang
menakutkan.
|
6
|
Jelaskan pada pasien apa yanga
terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka atau
jujur.
|
Pernyataan kompensasi menunjukkan
realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang terdekat menerima
realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.
|
7
|
Identifikasi metode koping atau
penanganan stuasi stress sebelumnya.
|
Perilaku masalalu yang berhasil
dapat digunakan untuk membantu situasi saat ini.
|
8
|
Dorong keluarga atau orang
terdekat mengunjungi dan mendiskusikan yang terjadi pada keluarga.
Mengingatkan pasien kejadian masa lalu dan akan datang.
|
Mempertahankan kontak dengan
realitas keluarga, membuat rasa kedekatan dan kesinambungan hidup.
|
9
|
Berikan sedative ringan sesuai
indikasi.
|
Obat ansietas diperlukan untuk
periode singkat sampai pasien lebih stabil secara psikis.
|
3.
Implementasi Keperawatan
Melakukan apa yang harus dilakukan
pada saat itu sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dan mencatat setiap
tidakan yang dilakukan pada pasien.
4.
Evaluasi
Mengevaluasi semua tindakan yang
telah diberikan pada pasien. Jika dengan tindakan yang diberikan pasien
mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka tindakan dapat dihentikan. Jika
sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk, kemungkinan besar tindakan harus
mengalami perubahan atau perbaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar