A. Defenisi
Flu burung
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan
oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari penyakit ini antara
lain avian influenza. Penyakit flu burung atau flu unggas
adalah suatu penyakit menular yg disebabkan oleh virus influenza tipe A dan
ditularkan oleh unggas.
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini adalah virus influenza. Adapun sifat virus ini,
yaitu; dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari
30 hari pada 0°C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat
bertahan lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 60°C selama 30 menit. Dikenal
beberapa tipe Virus influenza, yaitu; tipe A, tipe B dan tipe C. Virus Inluenza
tipe A terdiri dari beberapa strain, yaitu; H1N 1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2 dan
lain-lain. Saat ini, penyebab flu burung adalah Highly Pothogenic Avian
Influenza Viru, strain H5N1 (H=hemagglutinin; N= neuraminidase). Hal ini terlihat
dari basil studi yang ada menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan
virus Influenza A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus Inluenza A
(H5N1) merupakan penyebab wabah flu burung pada unggas. Secara umum, virus Flu
Burung tidak menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami
mutasi lebih ganas dan menyerang manusia.
Penyebab
•
Virus influenza tipe A
•
Termasuk famili orthomyxoviridae
•
Dapat berubah ubah bentuk
•
Terdiri dari hemaglutinin (H) Neuramidase (N). Kedua huruf digunakan sbg
identifikasi kodesubtipe flu
burung
yang banyak jenisnya
•
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H3N3, H5N1, H9N2, H7N7,sedangkan pada
binatang H1H5
dan
N1N9
•
Strain yg sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dr sub tipe A
H5N1
•
Virus tsb dpt bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30
hari pd 0°C
•
Virus akan mati pd pemanasan 60°C selama 30 menit atau 56°C selama 3 jam dan
dgn ditergent,desinfektan misal formalin cairan yang mengandung iodine
C. Manifestasi Klinik
1)
Pada Unggas
·
Jengger berwarna biru
·
Borok dikaki
·
Kematian mendadak
2)
Pada manusia
·
Demam (suhu > 38°C)
·
Batuk & nyeri tenggorokan
·
Radang saluran pernapasan atas
·
Pneumonia
·
Infeksi mata
·
Nyeri otot
Masa inkubasi
1.
Pada unggas
·
I minggu
2.
Pada manusia
·
1-3 hari
·
Masa infeksi 1 hari sblm sampai 3-5 hr sesudah timbul
gejala
·
Pada anak 21 hari
D. Patofisiologi
1)
Unggas → ke unggas, unggas →ke manusia
2)
Melalui udara yg tercemar virus H5N1 yg berasal dari :
·
Kotoran / sekreta burung / unggas yg menderita flu
burung
·
Penularan dr unggas kemanusia jg tjd jika manusia tlh
menghirup udara yg mengandung virus flu brng atau kontak langsung dgn unggas yg
terinfeksi flu brngh
·
Penularan dari manusia kemanusia → belum ada bukti
E. Pencegahan
Ø Pada unggas
:
1)
Pemusnahan unggas / burung yg terinfeksi
2)
Vaksinasi pd unggas yg sehat
Ø Pada manusia
:
1)
Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan
pedagang)
·
Mencuci tgn dgn desinfektan dan mandi sehabis bekerja
·
Hindari kontak langsung dgn ayam /unggas yg terinfeksi
flu burung
·
Menggunakan alat pelindung diri (ex: masker dan
pakaian krja)
·
Meninggalkan pakaian kerja di tempat krja
·
Membersihkan kotoran unggas setiap hari
·
imunisasi
2)
Masyarakat umum
·
Menjaga daya tahan tbh dgn memakan makanan bergizi
& istirahat cukup
·
Mengolah unggas dgn cara yg benar yaitu :
·
Pilih unggas yg sehat
·
Memasak daging unggas dengan suhu ± 80°C selama 1 mnt
dan pd telur sampai dgn suhu 64°C selama 4,5 mnt
F. Penatalaksanaan
1)
Oksigenasi bila trdpt sesak napas
2)
Hindari dgn pemberian cairan parenteral (infus)
3)
Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis
tunggal selama 7 hr
4)
Amantadin diberikan pd awal infeksi,sedapat mungkin
dlm waktu 48 jam I selama 3-5 hr dgn dosis 5 mg/kgBB/hr dlm 2 dosis.bila BB
> 45 kg diberikan 100 mg 2 x sehari
Tindakan depkes
1)
Melakukan infestigasi pd pekerja, penjual dan penjamah
produk ayam di bbrp daerah KLP flu burung pd ayam di indonesia ( utk mengetahui
infeksi flu burung pd manusia)
2)
Melakukan monitoring sec. ketat thd org2 yg pernah
kontak dgn org yg diduga terkena flu burung hingga terlewati 2x masa inkubasi
yaitu 14 hr
3)
Menyipakan 44 RS diseluruh indonesia utk menyiapkan
ruangan observasi thdp px yg di curigai mengidap avian influienza
4)
Memberlakukan kesiapsiagaan di daerah yang mempunyai
resiko yaitu prov. Jabar, DKI Jakarta dan banten serts membentuk Posko di
Ditjen PP & pl DENGAN Telp/ fax : ( 021 ) 4257125
5)
Menginstruksikan kepada gebernur pemerintah propinsi
untuk menibgkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan
terjangkitnya flu burung di wilayah masing- masing
6)
Menigkatkan upaya penkes masyarakat dan membangun
jejaring kerja ddengan berbagai pihak untuk edukasi terhadap masyarakat agar
masyarakat waspada dan tidak panic
7)
Meningkatkan koordinasi dan kerja sama denagn
departemen pertanian dan pemda dalam upaya penanggulangan flu burung
8)
Mengupayakan informasi yang meliputi aspek lingkungan
dan faktor resiko untuk mencari kemungkinan sumber penularan oleh tim
investigasi yang terdiri dari depkes , deptan, dan WHO.
G. Pengobatan Pada Pasien Flu Burung
• Oksigenasi bila trdpt
sesak napas
• Hindari dgn pemberian
cairan parenteral (infus)
• Pemberian obat anti
virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hr
• Amantadin diberikan
pd awal infeksi,sedapat mungkin dlm waktu 48 jam I selama 3-5 hr dgn dosis 5
mg/kgBB/hr dlm 2 dosis.bila BB > 45 kg diberikan 100 mg 2 x sehari
Tindakan depkes
• Melakukan infestigasi
pd pekerja, penjual dan penjamah produk ayam di bbrp daerah KLP flu burung pd
ayam di indonesia ( utk mengetahui infeksi flu burung pd manusia)
• Melakukan monitoring
sec. ketat thd org2 yg pernah kontak dgn org yg diduga terkena flu burung
hingga terlewati 2x masa inkubasi yaitu 14 hr
• Menyipakan 44 RS
diseluruh indonesia utk menyiapkan ruangan observasi thdp px yg di curigai
mengidap avian influienza
• Memberlakukan
kesiapsiagaan di daerah yang mempunyai resiko yaitu prov. Jabar, DKI Jakarta
dan banten serts membentuk Posko di Ditjen PP & pl DENGAN Telp/ fax : ( 021
) 4257125
• Menginstruksikan
kepada gebernur pemerintah propinsi untuk menibgkatkan kewaspadaan dan
kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjangkitnya flu burung di wilayah masing-
masing
• Menigkatkan upaya
penkes masyarakat dan membangun jejaring kerja ddengan berbagai pihak untuk
edukasi terhadap masyarakat agar masyarakat waspada dan tidak panic
• Meningkatkan
koordinasi dan kerja sama denagn departemen pertanian dan pemda dalam upaya
penanggulangan flu burung
• Mengupayakan informasi yang
meliputi aspek lingkungan dan faktor resiko untuk mencari kemungkinan sumber
penularan oleh tim investigasi yang terdiri dari depkes , deptan, dan WHO
PENGKAJIAN
a) Data Dasar Pengkajian
Pasien
v Aktivitas/istirahat
Gejala: batuk panjang, kelelahan, demam ringan
Tanda: sesak, kelelahan otot dan nyeri
v Makanan/cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual/muntah, penurunan BB.
Tanda: turgor kulit buruk, penurunan massa otot.
v Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
v Integritas ego
Tanda: gelisah
v Pernafasan
Gejala : batuk, tarikan nafas panjang.
Tanda : muka merah, sianotik
b) Pemeriksaan diagnostik
v Pemeriksaan sputum
Pengelompokan Data
a) Data Subyektif
Ø Pasien mengeluh batuk
Ø Pasien mengeluh nyeri pada dadanya
Ø Pasien mengeluh sesak
b) Data Obyektif
Ø Suhu badan meningkat
Ø Penurunan berat badan
Ø Turgor kulit buruk
Ø Mual-muntah
Ø Nafsu makan hilang
Ø Pasien tampak gelisah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan jalan napas, berihubungan
dengan peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental
akibat influenza.
Intervensi:
• Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
• Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
•
Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional
: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
•
Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah, ansietas,
distres pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional
: Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis
selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi,
reaksi alergi.
•
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur
Rasional
: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi
yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan
lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi
dada.
•
Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu
Rasional
: Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
•
Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional
: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
2.
Diagnosa Keperawatan: Pertukaran gas, kerusakan dapat dihubungkan dengan
gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi).
Intervensi:
•
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas
bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Rasional
: Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses
penyakit.
•
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu.
Rasional
: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
•
Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional
: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar
bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
•
Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.
Rasional
: Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
•
Palpasi fremitus
Rasional
: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
•
Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional
: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan
dengan hipoksemia.
•
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem.
Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase
akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan
sesuai toleransi individu.
Rasional
: Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat
diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun,
program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
3.
Diagnosa Keperawatan: Nutrisi,
perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh dapat dihubungkan dengan dispnea.
Intervensi:
•
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional
: Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat.
•
Auskultasi bunyi usus
Rasional
: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan
konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
•
Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu.
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat
Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu makan dan dapat
membuat
mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
•
Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering.
Rasional
: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan kalori total.
•
Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Rasional
: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
•
Hindari makanan yang sangat pedas atau sangat dingin.
Rasional
: Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
•
Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional
: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan: Penurunan berat badan dapat
berlanjut, meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.
IMPLEMENTASI
Mengkaji kebiasaan diet, masukan makanan
saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh
Mengkaji frekuensi, kedalaman
pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan
bicara/berbincang
Mengevaluasi tingkat toleransi
aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau
dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Auskultasi
bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, misal mengi, krekels, ronki
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, misal penyebaran, krekels basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
Mengkaji pasien untuk posisi yang
nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
Dorong
periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi
kecil tapi sering.
EVALUASI
Setelah
melakukan implementasi diharapkan pasien mengalami perubahan yang diinginkn
sesuai dengan intervensi yang dibuat.
Jika pasien tidak mengalami
perubahan apapun segera kaji kembali intervensi dan kemudian buat intervensi
yang baru.
DAFTAR
PUSTAKA
Capernito,Linda juall.2001.Buku Saku Diagnosa
Keperawatan.Jakarta.EGC
Corwin,Ellizabetz,2001.Buku Saku
Patofisiologi.Jakarta.EGC
Doengoes,1999.Perencanaan Asuhan
Keperawatan.Jakartan.EGC
BPhttp://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=15HI
setempat.
Marwansyah,S.Kep,Ns.materi mata kuliah keperawatan
medical bedah II.progsus tapin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar